Mentaok merupakan sebuah alas (hutan) lebat yang tidak perpenghuni, masuk wilayah kekuasaan kerajaan Pajang dengan penguasanya adalah Sultan hadiwijoyo atau yang lebuh dikenal dengan sebutan Joko Tingkir. Berdasarkan pitutur, Alas Mentaok diberikan oleh Sultan Hadiwijoyo (Raja Pajang) kepada Ki Ageng Pemanahan tidak secara cuma-cuma, namun diberikan sebagai hadiah sayembara dari Sultan Hadiwijoyo tentang siapa saja yang berhasil membunuh Aryo Penangsang (Adipati Jipang Panolan), seorang yang terkenal sakti karena merupakan anak angkat dan murid kesayangan dari Sunan Kudus, maka kemudian terjadi perang tanding antara Danang Sutowijoyo (anak Ki Ageng Pemanahan, yang pada saat perang tanding masih berumur sekitar 15 tahun) dengan Aryo Penangsang di pinggir sungai bengawan sore, selanjutnya perang tanding tersebut berhasil dimenangkan oleh Danang Sutowijoyo, dengan terbunuhnya Aryo Penangsang oleh Danang Sutowijoyo dengan menggunakan tombak Kyai Pleret (tombak pemberian dari Sunan Kalijogo, sesaat sebelum Danang Sutowijoyo berangkat perang tanding melawan Aryo Penangsang). Kemudian disusunlah strategi oleh Ki Ageng Pemanahan, Ki Juru Mertani dan Ki Penjawi, sehingga kemudian Sultan Hadiwijoyo memberi Ki Penjawi Kadipaten Pati dan Ki Ageng Pemanahan diberi bumi Hutan Mentaok. (Danang Sutowijoyo kecilnya bernama Bagus Srubut, kemudian setelah diangkat anak oleh Sultan Hadiwijoyo, maka Sultan Hadiwijoyo memberi nama Danang Sutowijoyo)
Perjuangan belum selesai, karena setelah Sultan Hadiwijoyo memberikan bumi Pati kepada Ki Penjawi, bumi Hutan Mentaok setelah beberapa tahun belum juga diberikan kepada Ki Ageng Pemanahan. Ki Ageng Pemanahan sempat kecewa dengan sikap Sultan Hadiwijoyo tersebut, yang terpengaruh oleh ramalan Sunan Giri bahwa jika bumi Hutan Mentaok diberikan kepada Ki Ageng Pemanahan, maka bumi Hutan Mentaok akan menjadi sebuah kerajaan besar, yang akan menurunkan raja-raja di tanah jawa. Selanjutnya atas bantuan Sunan Kalijogo maka kemudian bumi Hutan Mentaok akhirnya diberikan oleh Sultan Hadiwijoyo kepada Ki Ageng Pemanahan.
Setelah Ki Ageng Pemanahan (kecilnya bernama Bagus Burhan) diberi hadiah ‘Tanah Perdikan’ Alas Mentaok (Hutan Mentaok) oleh Joko Tingkir atau Sultan Hadiwijoyo (Raja Pajang), maka kemudian pada tahun 1556 Masehi, Ki Ageng Pemanahan mulai membangun Hutan Mentaok dan menjadi sebuah pemukiman Desa Mataram, yang berada disekitar ‘pohon beringin putih’ yang ditanam Sunan Kalijogo (sekarang pohon beringin putih tersebut, letaknya berada didepan Masjid Agung Kotagede), sesuai amanah dan pesan dari Sunan Kalijogo.
Ki Ageng Pemanahan atau Ki Gede Pemanahan atau Ki Ageng Mataram adalah putra dari Ki Ageng Henis (Ki Ageng Nis). Ki Ageng Henis adalah putra dari Ki Ageng Selo (kecilnya bernama Bagus Sunggam).
Ki Ageng Pemanahan menikah dengan ‘sepupunya sendiri’, yakni Nyai Sabinah, putri dari Nyai Ageng Saba. Bahwa Nyai Ageng Saba adalah kakak kandung dari Ki Ageng Henis. Selanjutnya Ki Ageng Pemanahan menurunkan Bagus Srubut atau Danang Sutowijoyo atau setelah menjadi Raja Mataram dengan gelar adalah Wong Agung Ngeksigondo atau Senopati Loring Pasar. Dan setelah menjadi Raja Pertama Mataram mempunyai gelar Panembahan Senopati Ing Ngalogo Khalifatullah Syayiddin Panotogomo. Kraton Panembahan Senopati yang bertahta di Kota Gede (daerah sebelah selatan kota Yogyakarta).
Kemudian setelah Panembahan Senopati wafat digantikan oleh putranya yang bernama Mas Jolang, yang setelah diangkat menjadi Raja bergelar Panembahan Hanyakrawati. Kraton Panembahan Hanyakrawati berada di Kota Gede. Panembahan Hanyakrawati meninggal pada saat berburu di hutan krapyak, sehingga mendapat julukan Panembahan Seda Krapyak. Pada saat itu, posisi Putra Mahkota yakni Mas Rangsang sedang tidak berada di Kraton Kota Gede. Maka kemudian untuk mengisi jabatan Raja dan supaya tidak menimbulkan instabilitas (kekacauan politik), maka Joko Umbaran atau Pangeran Purboyo (anak dari Panembahan Senopati dengan Rara Lembayung. Rara Lembayung adalah anak dari Ki Ageng Giring) mempunyai inisiatif untuk mengisi sementara jabatan Raja Mataram. Kemudian Pangeran Purboyo memerintahkan untuk segera menjemput Mas Rangsang dari Padepokan Jalasutro Bayat. Padepokan Jalasutro Bayat dipimpin oleh Sunan Bayat. Bahwa Sunan Bayat adalah murid Sunan Kalijogo, yang sebelumnya menjadiAdipati Semarang.
Kemudian setelah Mas Rangsang berada di Kraton Mataram Kota Gede, maka kemudian Mas Rangsang diangkat oleh Pangeran Purboyo menjadi Sultan Mataram dengan gelar Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Agung Hanyakrakusumo Senopati Ing Ngalogo Khalifatullah Syayiddin Panotogomo. Kemudian Sultan Agung memindahkan Kraton Mataram dari Kota Gede kedaerah Kerto (sebelah barat Pleret). Pada masa kepemimpinan Sultan Agung, perkembangan Kerajaaan Mataram mengalami kemajuan pesat, baik dari sisi ekonomi, kemiliteran maupun seni dan budaya. Bahkan dari sejarah, maka satu-satunya sultan atau raja yang berani menyerang VOC sampai langsung ke Batavia adalah Sultan Agung Hanyokrokusumo saja. Dan dari dokumen-dokumen rahasia yang disimpan di Museum Belanda, sebenarnya saat itu VOC hampir saja kalah. Namun demikian, VOC sama sekali tidak pernah menyerang Sultan Agung sampai langsung ke Kerto (pusat kerajaan Mataram era Sultan Agung Hanyokrokusumo).
Trahing Kusumo Rembesing Madu, Hamemayu Hayuning Bawono.
Ya Alloh.. Penuhilah dan cukupkanlah apa yang menjadi cita-cita dan kebutuhanku beserta seluruh anak cucuku sampai akhir jaman.
Amin Yaa Robbal Alamiin.
Pendirian Kerajaan Mataram Kotagede Yogyakarta tidak dapat dipisahkan dari peran serta dan perjuangan dari Sunan Kalijogo, yang setelah sekian lama membentuk persekutuan “Jolosutro” sebagai “suatu wadah secara diam-diam” dari keturunan-keturunan dan laskar-laskar Majapahit yang bermukim di pedalaman-pedalaman sebelah tengah bagian selatan pulau jawa, yang dipimpin oleh Sunan Bayat yang bertempat tinggal di puncak Gunung Jabalkat-daerah Tembayat (salah satu tempat di wilayah Kabupaten Klaten), pasca berdirinya Kerajaan Demak Bintoro oleh Raden Patah (nama kecilnya Jin Bun). Maka kemudian eksistensi Sunan Bayat tidak disukai oleh Kerajaan Demak Bintoro, bahkan masjid yang didirikan Sunan Bayat di puncak Gunung Jabalkat, atas perintah dari Kerajaan Demak Bintoro harus diturunkan ke sekitar bawah Gunung Jabalkat.
Bukan tidak mungkin, jika sebenarnya Danang Sutowijoyo telah dipilih dan direncanakan oleh Sunan Kalijogo, untuk di kemudian hari dapat menjadi raja di tanah jawa, sebagai wujud dari “eksistensi pemenuhan hak” dari trah Prabu Brawijoyo V Majapahit untuk bertahta di tanah jawa. Untuk dapat melihat hal tersebut, maka sangat tepat jika kita mengamati dari “faktor genotif atau keturunan “. Bahwa Ki Ageng Pemanahan adalah anak dari Ki Ageng Nis atau Ki Ageng Henis, kemudian Ki Ageng Nis adalah anak dari Ki Ageng Selo, yang terkenal dapat memegang kilat atau beledek. Kemudian Ki Ageng Selo adalah keturunan dari Bondan Kejawen, Bondan Kejawen adalah anak dari Prabu Brawijaya V dari Kerajaan Majapahit. Ki Ageng Selo bertempat tinggal di daerah Selo, yang saat ini termasuk wilayahdari Kabupaten Purwodadi (Jawa Tengah).
Pada masa mudanya, Joko Tingkir atau setelah menjadi Raja di Pajang dengan bergelar Sultan Hadiwijoyo pernah lama berguru kepada Ki AgengSelo di Selo-Purwodadi, oleh karena itu hubungan antara Joko Tingkir dengan Ki Ageng Pemanahan adalah sangat akrab seperti halnya kakak beradik. Bahkan Joko Tingkir menganggap Ki Ageng Pemanahan adalah sebagai kakaknya. Ikatan hubungan yang sangat akrab, diantara Joko Tingkir dengan Bagus Burham (Ki Ageng Pemanahan) tidak dapat terpisahkan dari hubungan “ persaudaraan dan cita-cita bersama“ dari seluruh keturunan Prabu Brawijaya V dari Kerajaan Majapahit.
Hal tersebut yang akhirnyamembuat Sultan Hadiwijoyo memberikan hadiah berupa tanah perdikanhutan (alas) mentaok kepada Ki Ageng Pemanahan, karena telah berjasa dalam membunuh Adipati Jipang Panolan yang bernama Aryo Penangsang. Dimana selanjutnya, hutan mentaok yang merupakan tanah perdikan tersebut, dikemudian hari menjadi sebuah kerajaan yang bernama Mataram. Mataram berasal dari kata Moto (mata) dan Arum (wangi) dengan pusat kerajaan di Kotagede. Danang Sutowijoyo setelah menjadi Raja Mataram di Kotagede bergelar Panembahan Senopati Ing Ngalogo Khalifatullah Syayiddin Panotogomo.