Dalam rangka memeriahkan HUT RI ke 77 tahun, pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta akan menyelenggarakan pementasan seni budaya adiluhung wayang kulit. Pagelaran seni budaya ini akan di gelar oleh Sang Dalang K.R.T Ki.H Gunarto Gunatalindro.SH.MM dengan menampilkan lakon Sastro Jendro Hayuningrat Pangruwating Diyu.
Sementara pagelaran wayang kuliit ini akan dilaksanakan di Moseum Benteng Vredeberg, Malioboro, Jogyakarta pada hari Sabtu, tanggal 20 Agustus 2022 dan akan dimulai pukul 20.00 sampai dengan selesai. Wow…pementasan wayang kulit ini pasti akan meriah guys, sebab yang akan memainkan aksi dan gerakan tokoh wayang kali ini adalah Sang Dalang Nasional yang acap mendapat julukan Dalang Salto Sewengi Ping Seked.
Nah…bagi masyarakat pecinta seni budaya wayang kulit di manapun berada yukk…kita tunggu bersama-sama tanggal mainnya, bila berhalangan hadir ke arena pagelaran…tidak perlu khawatir… Anda bisa langsung menyaksikannya di Channel Youtube Andika Multimedia New dan Gatot Jatayu.
Inilah sekelumit lakon wayang Sastro Jendro Hayuningrat Pangruwating Diyu yang akan di pentaskan oleh dalang K.R.T Ki.H Gunarto Gunatalindro.SH.MM yang mendapatkan gelar prestisius Datuk Manggala Budaya Sastra Diraja.
Cerita ini berawal dari sebuah negara yang bernama Lokapala. Negara tersebut diperintah oleh seorang raja muda, gagah serta sakti mandraguna. bernama Wisrawana dan bergelar Prabu Danaraja atau Danapati. Sementara rakyat dan prajurit kerajaan Lokapala terdiri dari manusia dan raksasa. Konon, Lokapala dikenal sebagai kerajaan yang tertua dan sebelum di pegang kuasanya oleh Danaraja, Lokapala dahulunya diperintah oleh para leluhurnya. Sementara pendiri kerajaan Lokapala adalah Prabu Andanapati putra dari Batara Sambodana.
Sang Prabu Andanapati mempunyai seorang kakak kandung yang bernama Resi Wasista. Prabu Lokapala sebagai generasi ketiga dari Prabu Andanapati menurunkan seorang putri yang bernama Dewi Lokawati dan putrinya tersebut dijodohkan dengan Resi Wisrawa yang merupakan putra dari Resi Supadma. Hingga jalinan kasih antara Dewi Lokawati dan Resi Wiswara masih ada hubungan persaudaraan. Nah…dari hubungan tersebut akhirnya lahirlah Prabu Wisrawana atau Prabu Danaraja.
Jauh dikisahkan, Prabu Danaraja mendengar ada sayembara yang saling memperebutkan seorang putri bernama Dewi Sukesi. Dewi Sukesi merupakan putri Prabu Sumali, raja raksasa dari kerajaan Alengka. Paras cantik Dewi Sukesi yang sudah tersohor di seluruh mancanegara pasti akan menjadi ajang perebutan bagi para raja dan satria, termasuk Prabu Danaraja sendiri yang menginginkan Dewi Sukesi untuk dijadikan permaisuriya di kerajaan Lokapala. Kemudian niat hati Prabu Danaraja yang ingin mempersunting Dewi Sukesi disampaikan kepada Resi Wisrawa, ayahandanya.
Akan tetapi yang menjadi kendala bagi Prabu Danaraja adalah, sayembara tersebut bukannya tentang adu kesaktian atau yang bersifat keprajuritan, akan tetapi sayembara yang di canangkan oleh Prabu Sumali adalah berasal dari keinginan langsung Dewi Sukesi yang menginginkan untuk membuka atau mewedarkan makna Sastro Jendro Hayuningrat Pangruwating Diyu. Akibatnya banyak para raja dan satria yang mengundurkan diri karena tidak dapat menguak makna Sastro Jendro Hayuningrat Pangruwating Diyu. Kendati demikian toh Prabu Danaraja tetap yakin kalau ayahandanya akan dapat membuka tabir Sastro Jendro Hayuningrat Pangruwating Diyu di hadapan Dewi Sukesi, dengan keyakinan tersebut Prabu Danaraja memohon kepada ayahandanya untuk mengikuti sayembara tersebut bertindak sebagai wakilnya.
Lantaran sangat menyintai putranya Resi Wisrawa bersedia memenuhi permintaan Prabu Danaraja untuk mengikuti sayembara Dewi Sukesi, kendati sebaatas sebagai wakil. Akhirnya Resi Wisrawa berangkat menuju ke kerajaan Alengka guna mengikuti sayembara tersebut.
Disebutkan bahwa Alengkadiraja merupakan sebuah kerajaan yang sangat besar diperintah oleh seorang raja bernama Prabu Sumali. Kendati Prabu Sumali berwujud raksasa akan tetapi tindak tanduknya jauh mulia dibandingkan dengan manusia biasa. Prabu Sumali merupakan putra dari raja Alengka sebelumnya, yakni Prabu Puksura. Prabu Sumali juga mempunyai putra yang wujudnya raksasa bernama Prahasta yang memiliki kesaktian luar biasa. Para raja sebelumnya diantaranya adalah: Prabu Banjaranjali, Prabu Jatimurti, Prabu Getahbanjaran, Prabu Bramanatama, Prabu Puksura dan yang terakhir adalah Prabu Sumali. Sementara rakyat kerajaan Alengka mayoritas adalah para raksasa yang gtata kehidupannya tentram dan damai di bawah pemimpin para raja-raja tersebut diatas.
Kala itu Prabu Sumali sedang galau, ia sedang memencarikan jodoh untuk putrinya, Dewi Sukesi. Sementara putri kesayangannya tersebut menuntut suatu syarat yang sulit untuk dipenuhi oleh kebanyakan calon pelamar. Bagi siapa saja yang ingin meminangnya harus bisa dan mampu mewedarkan makna Sastro Jendro Hayuningrat Pangruwating Diiyu. Akan tetapi di luar persyaratan yang di inginkan oleh Dewi Sukesi, Sosok Jambumangli yang merupakan paman Dewi Sukesi berwujud raksasa sebenarnya juga ingin menikahi Dewi Sukesi maka akhirnya Jambumangli membuat syarat bagi para satria dan raja yang berhasil mengalahkan kedigdyaannya dipersilahkan untuk menikahi keponakannya tersebut. Sebenarnya Dewi Sukesi sudah tahu ada udang dibalik batu dengan syarat yang dibuat Jambumangli, oleh sebab itu Dewi Sukesi akhirnya membuat persyaratan khusus bagi pelamarnya, termasuk Jambumangli yang tidak bakalan bisa memenuhi syarat yang dia ajukan.
Singkat cerita, Resi Wisrawa tiba di kerajaan Alengka dan langsung berjumpa dengan Prabu Sumali. Konon, Prabu Sumali sebenarnya adalah sahabat dekat dari Resi Wisrawa, hubungan keduanya sangat akrab. Dalam pertemuan tersebut, Resi Wisrawa mengutarakan maksud dan tujuannya, yakni ingin melamar Dewi Sukesi untuk putranya. Kemudian dijawab oleh Prabu Sumali, untuk bisa menyunting Dewi Sukesi ada syarat khusus, yang tidak memandang apa dan siapa serta golongan tertentu. Yang penting bagi siapa saja yang dapat dan mampu mewedarkan Sastro Jendro Hayuningrat Pangruwating Diyu, ya itulah yang berhak memperistri Dewi Sukesi.
Resi Wisrawa menyanggupi apa yang menjadi syarat untuk melamar Dewi Sukesi. Akan tetapi sebelum wejangan makna dan arti ilmu Sastro Jendro Pangruwating Diyu diajarkan kepada Dewi Sukesi, terlebih dahulu Resi Wisrawa memberikan sekelumit penjelasan kepada Prabu Sumali. Resi Wisrawa menyampaikan, bahwa jika ingin menghendaki keutamaan dan ingin mengetahui makna Sastro Jendro Hayuningrat Pangruwating Diyu. Sebenarnya ajaran ilmu Sastro Jendro ini adalah rahasinya alam semesta, barang siapa yang mampu membaca, memahami dan melaksanakan ajaran Sang Maha Pencipta yang tersirat dan tersurat, maka ia akan menjadi besar dalam kesempurnaan kehidupannya. Yang mentaati dan menyadari benar makna yang terkandung dalam ajaran itu akan dapat mengenal watak nafsu diri pribadi. Nafsu tersebut selanjutnya dipupuk dan dikembangkan dengan sungguh-sungguh secara jujur, di bawah pimpinan kesadaran yang baik dan yang bersifat jujur, di bawah pimpinan kesadaran yang baik dan bersifat jujur. Sementara yang bersifat jahat dilenyapkan dan yang bersifat baik harus dikembangkan. Kesemuanya itu di bawah pimpinan kebijaksanaan yang memiliki sifat luhur.
Mendengar penjelasan Resi Wisrawa yang singkat dan padat tersebut membuat Prabu Sumali tertegun, takjuk dan terpengaruh, kemudian segera Prabu Sumali mempersilahkan Resi Wisrawa untuk memasuki sanggar Dewi Sukesi. Sementara wejangan dilakukan di dalam sanggar, hanya berduaan tanpa ada makluk lain terkecuali Resi Wisrawa dan Dewi Sukesi, tujuannya agar supaya wejangan ilmu yang disampaikan oleh Resi Wisrawa bisa langsung masuk dan diserap oleh Dewi Sukesi dengan hasil kesempurnaan.
Sastro Jendro Hayuningrat Pangruwating Diyu merupakan ilmu sebagai kunci untuk seseorang dapat dan bisa memahami isi alam semesta, di mana di dalamnya tersirat kandungan makna hubungan antara manusia dengan Sang Maha Pencipta. Manusia dengan manusia dengan alam semesta di mana manusia itu hidup. Pada akhirnya kemana manusia dan manusia itu akan kembali. Oleh sebab itu ilmu Sastro Jendro Hayuningrat Pangruwating Diyu adalah sebagai sarana pemusnah segala bahaya. Tidak ada lagi ilmu yang tinggi, semuanya sudah tercakup di dalam sastra utama, puncaknya dari segala macam jenis ilmu.
Sastro Jendro dikatakan pula sebagai sastra Ceta, sesuatu hal yang mengandung kebenaran, keluhuran, keagungan serta kesempurnaan penilaian terhadap suatu hal yang belum nampak dan nayata untuk manusia biasa. Oleh karena itu ilmu Sastro Jendro Hayiuningrat Pangruwating Diyu disebutkann pula sebagai ilmu atau pengetahuan tentang rahasia seluruh alam semesta beserta perkembangannya. Hingga ilmu Sastro Jendro Hayuningrat Pangruwating Diyu adalah jalan atau cara untuk mencapai kesempurnaan hidup. Kembalinya manusia kepada Sang Maha Kuasa.
Kayangan Suralaya sedang gerah, Shangyang Jagadnata (Batara Guru) sedang gelisah. Ia sangat risau dengan syarat yang di minta oleh Dewi Sukesi, yang ingin mengetahui serat ilmu Sastro Jendro Hayuningrat Pangruwating Diyu. Bahkan yang membuat risau hati Batara Guru adalah Wisrawa kini sedang mencoba menjabarkan ilmu tersebut. Batara Guru tidak menginginkan siapapun mahluk apapun di jagad raya ini mengetahui hal serat Sastro Jendro. Sebab apabila semua itu terjadi, apalagi manusia atau mahluk di jagad ini menjalankan makna yang terkandung di dalam Serat Sastro Jendro Hayuningrat pangruwating Diyu, maka tidak akan ada lagi bangsa manusia, jin atau raksasa yang memuja para dewa. Khayangan akan terguncang dan hancur luluh. Oleh sebab itu Shangyang Jagadnata bermaksud ingin menggagalkan maksud dan tujuan Resi Wisrawa. Bersama Dewi Permoni, Batara Guru turun ke mayapada dan langsung menuju ke kerajaan Alengka.
Sementara di dalam pesanggrahan yang diterangi oleh titik titik cahaya, nampak dua insan berbeda jenis saling berhadapan. Resi Wisrawa mulai melakukan wejangan membuka risalah ilmu Sastro Jendro kepada Dewi Sukesi. Di lain pihak, tanpa diketahui oleh mereka terlihat dua titik cahaya yang memiliki maksud tujuan rahasia tiba-tiba menyeruak masuk ke dalam pesanggrahan. Dua titik cahaya tersebut terus menerobos masuk dan meraga sukma ke dalam jasad Resi Wisrawa dan Dewi Sukesi. Dua titik cahaya tadi tidak lain adalah Datara Guru yang merasuk ke dalam tubuh Resi Wisrawa, dan titik cahaya satunya adalah Dewi Permoni yang merasuk ke dalam jasad Dewi Sukesi.
Setelah masuk ke dalam jasad, kedua titik tersebut berupaya merusak nafsu yang menjadi dasar kodrat manusia. Dewi Permoni yang mempengarui nafsu-nafsu Dewi Sukesi dan Sangyang jagadnata mempengarui nafsu-nafsu Resi Wisrawa. Akibat pengaruh tersebut mengakibatkan Resi Wisrawa dan Dewi Sukesi tergoda sangat kuat. Godaan demi godaan kian membakar nafsu sesat kedua insan. Ujungnya keduanya tergoda.
Jauh di dalam jasad, di alam yang tidak terlihat oleh kasat mata. Dua mahluk berupaya merusak nafsu yang menjadi dasar kodrat kemanusiaan. Dewi Permoni yang mempengaruhi nafsu-nafsu Dewi Sukesi, dan Sanghyang Jagatnata yang mempengaruhi nafsu-nafsu Wisrawa Akibat pengaruh tersebut akhirnya Resi Wisrawa dan Dewi Sukesi tidak dapat lagi menahan godaan. Tepat sebelum Resi Wisrawa dapat menjabarkan makna Sastro Jendro, keduanya sudah dirundung melakukan kemaksiatan, jebol dinding pertahanan Resi Wisrawa dan Dewi Sukesi, mereka berdua tercebur kedalam perbuatan birahi yang membutakan keduanya. Nampak tidak ada penyesalan lagi diantara mereka berdua. Hubungan mereka terus berjalan sampai berlarut larut, akibat hal tersebut Dewi Sukesi menjadi hamil, sementara Resi Wisrawa melupakan hakekatnya yang sekedar sebagai wakil anaknya untuk memenuhi syarat yang ingin menjadikan Dewi Sukesi sebagai permaisuri
Serat Sastro Jendro Hayuningrat Pangruwating Diyu ujungnya gagal untuk diwedarkan dan hasil dari segala uraian yang gagal diselesaikan tersebut adalah bentuk noda, aib dan cela yang kelak akan mendatangkan malapetaka besar dunia. Dengan kejadian tersebut, Dewi Sukesi akhirnya menceritakan apa yang terjadi kepada ayahandanya. Prabu Sumali akhirnya memaklumi dan menerima kenyataan itu. Akhirnya Resi Wisrawa dan Dewi Sukesi diresmikan menjadi suami istri dan segera sayembara di Alengka berakhir.