Wayang Milinial Jakarta kembali akan menggelar pertunjukkan seni budaya adiluhung Nusantara, yakni, wayang kulit di kampus Universitas 17 Agustus 1945, Sunter Agung, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Pementasan wayang kulit ini akan dibawakan langsung oleh “Sang Dalang Salto Sewengi Ping Seked” yakni, K.R.T. Ki. H.Gunarto Gunotalijendro.SH.MM.
Pagelaran wayang kulit kali ini diselenggarakan dalam rangka Dias Natalis ke 70 Universitas 17 Agustus 1945, yang sekaligus juga untuk memperingati hari Sumpah Pemuda. Sementara acara pentas wayang kulit akan dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 28 Oktober 2022, mulai pukul 20.00 s/d selesai, dengan mengambil lakon “Narayana Wisuda”
Wahh…pasti bakalan seru ya gauys pementasan seni budaya wayang kulit kali ini, akan disaksikan langsung oleh para muda mudi….ayo kita tunggu tanggal mainnya kiprah dalang Duta Budaya Eropa dan Jepang ini sampai tancap kayon. Sementara yang kebetulan tidak bisa hadir ke arena pertunjukkan spektakuler ini, Anda semua bisa langsung menyaksikannnya cukup clik Channel Youtube Andika Multimedia New dan Gatot Jatayu.
Dikisahkan bahwa raja dari negeri Mandura, Prabu Basudewa mempunyai tiga orang putra, yaitu Kakrasana (Baladewa), Narayana (Kresna) dan Rara Ireng (Sembodro). Sejak usia dini, mereka bertiga dititipkan di padepokan Widorokandang, tujuannya adalah untuk menghindari ancaman pembunuhan yang dilakukan oleh Kangsadewa, putra Dewi Maerah (Permaisuri Basudewa) yang berujud Raksasa, yang mengancam akan membunuh saudaranya bila sudah besar nanti demi untuk mendapatkan tahta negeri Mandura.
Waktu telah berganti, setelah Kakrasana dan Narayana mulai berusia dewasa mereka saling mengembara secara terpisah, tujuan mereka adalah untuk mengejar ilmu kanuragan dan kautaman. Suatu saat ketika mereka kembali di padepokan Widorokandang, Kakrasana dan Narayana mendapatkan cobaan, Kangsadewa datang dan terang-terangan menantang duel mereka berdua serta menuntut hak atas tahta negeri Mandura.
Berdasarkan kasunyatan, sebenarnya Kangsadewa bukanlah anak kandung Prabu Basudewa, memang Kangsadewa lahir dari rahim Dewi Maerah, yang kala itu terperdaya oleh seorang sakti dari bangsa raksasa bernama Gorawangsa. Gorawangsa memiliki ilmu kesaktian yang berupa ajian panglimunan, yang manfaatnya dapat menipu penglihatan siapapun yang dia jumpai. Nah..kala itu Gorawangsa menyaru sebagai Prabu Basudewa yang kala itu sedang tidak berada di dalam Istana Mandura, sehinnga dengan mudah dapat pemberdaya Dewi Maerah.
Kala itu keributan pun segera terjadi, Kangsadewa dengan di bantu pamannya yang juga sakti, bernama Suratimantra memburu Kakrasana dan Narayana. Sedang Gorawangsa bertempur melawan Prabu Basudewa. Beruntung seorang adik Prabu Basudewa bernama Ugrasena segera mencari bantuan ke negeri Hastinapura, meminta bantuan kepada kakak iparnya, yakni Prabu Pandudewanata.
Dengan bantuan Prabu Pandudewanata, yang di temani oleh anaknya yang nomor dua Bimasena, akhirnya Gorawangsa dan Suratimantra dapat dikalahkan dan mereka berdua dapat dibunuh oleh Bimasena. Sementara Kangsadewa yang sedang lengah dan gentar akibat mendengar orang tuanya serta pamannya meninggal, akhirnya dia juga takluk dan mati di tangan Kakrasana.
Nah…sejak peristiwa tersebut akhirnya Kakrasana, Narayana dan Rara Ireng di boyong kembali ke negeri Mandura. Tak lama kemudian tahta negeri Mandura segera diserahkan kepada Kakrasana, anak sulung Prabu Basudewa. Sejak itu Kakrasana naik tahta negeri Mandura dan bergelar Prabu Baladewa. Sementara itu Narayana diangkat menjadi senopati agung di negeri Mandura tersebut.
Dalam pemerintahannya, kedua kakak adik tersebut, nampaknya tidak memiliki visi misi yang sama dalam kepemimpinan di negeri Mandura. Prabu Baladewa yang memiliki watak bertamperamen tinggi dan gampang murka kadang kebijakannya di tentang sendiri oleh adiknya, Narayana sehingga sering terjadi perselisihan.
Bahkan, dalam kondisi emosi Prabu Baladewa menganggap bahwa, Narayana iri dan sakit hati terhadapat tahta Mandura yang ia duduki. Bahkan Narayana acap dituduh berusaha merongrong kewibawaannya, demi ingin menduduki singgasana menggantikan dirinya menjadi raja Mandura. Nah…sejak itulah Narayana merasa disingkirkan dan akhirnya ia memilih untuk keluar dari negeri Mandura dengan ditemani oleh adiknya Rara Ireng.
Narayana pun hidup di pinggiran sisi barat Mandura, perbatasan dengan alas Wanamarta sisi selatan dan menjalani hidupnya untuk menjadi perompak. Ia akan merampok para bangsawan kayaraya yang melewati daerah persembunyiannya, dan harta hasil rampokannya tersebut kemudian di bagi bagikan kepada rakyat yang miskin.
Suatu ketika, aksi Narayana digagalkan oleh Resi Bisma, seorang senopati agung dari Hastinapura, kemudian Resi Bisma justru memberikan wejangan dan ular-ular kepada Narayana agar supaya mengakhiri jalan hidupnya yang seperti itu. Narayana disarankan untuk mulai membangun sebuah upaya nyata untuk memperjuangnkan idialismenya. Nah…sejak itu Narayana banyak pergi mengarah ke barat. Suatu ketika Narayana memasuki negeri yang bernama Dwarawati, sebuah negeri yang dipimpin oleh bangsa raksasa, bernama Prabu Narasingha.
Di negeri Dwarawati inilah Narayana banyak belajar hal berorganisasi dan memimpin, Narayana banyak melebarkan sayap dan semakin banyak penduduk negeri Dwarawati yang menyukai akan gaya kepemimpinannya yang bersifat lembah manah, sehingga banyak yang menaruh hormat kepadanya. Sampai suatu saat, kabar akan sepak terjang Narayana terdenagar di telinga Prabu Narasingha, kemudian Narayana di cap sebagai pemberontak di negeri Dwarawati, dan Narayana akhirnya di buru oleh pasukan prajurit Dwarawati.
Pemimpin negeri Dwarawati, Prabu Narasingha terkejut tatkala melihat dan menyaksikan bahwa penduduknya sudah berani secara terbuka menentangnya. Rasa kepercayaan diri para penduduk negeri Dwarawati tersebut berkat pitutur yang telah disampaikan oleh Narayana, sehinnga membuat para penduduk lebih menyakini dan percaya kepada sosok Narayana yang dianggapnya sangat bijak.
Tanpa diketahui oleh Prabu Narasingha, Narayana berhasil memasuki istana Dwarawati tanpa mengalami kesulitan, bahkan Narayana menyampaikan kepada Prabu Narasingha supaya secepatnya meletakkan tahtanya dengan suka rela dan secara baik baik.
Narasingha yang pada awalnya bersikeras dan kekeh tidak mau melepaskan tahtanya, akhirnya Prabu Narasingha menyerang Narayana dengan membabi buta. Akan tetapi, akhirnya Prabu Narasingha berhasil ditaklukkan serta di bunuh oleh Narayana.
Nah…sejak itu narayana kemudian bertahta di negeri Dwarawati dan bergelar Prabu Sri Kresna. Seketika pulalah Kresna menunjukkan akan sikap kenegarawanannya, dan ia banyak merangkul orang-orang yang dahulu ada di sekitar Prabu Narasingha.
Wahhh….wah….sebuah cerita yang sangat menarik untuk kita simak dan nikmati bersama. Selain ceritanya yang sudah memiliki bobot…bibit dan bebet yang luar biasa…ditambah lagi dengan aksi dalang peraih nilai prestesius Datuk Manggala Budaya Sastra Diraja ini dalam memainkan setiap gerakan wayang, tentunya pasti akan membuat semua penonton berdecak kagum….