Nuansa Mistis dibalik Seni Wayang Wong Tejakula

Nuansa Mistis dibalik Seni Wayang Wong Tejakula

Kesenian  wayang Wong Tejakula dikenal sangat sakral serta kental akan nuansa mistisnya, bahkan seni budaya asal Buleleng, Bali tersebut sempat mendapatkan penghargaan dari Unisco, sebagai warisan seni budaya bukan benda.

Seni wayang Wong Tejakula dikenal sebagai tari yang sangat sakral, dan hanya di mainkan oleh, garis keturunannya saja. Sementara memainkannya pun hanya di Pura di wilayah Desa Adat Tejakula yang dianggap memiliki nuansa mistis.

Dari filosofi tersebut, wayang Wong Tejakula berhasil menggait penghargaan UNESCO, hingga kini seni budaya tradisional tersebut banyak dikenal hampir seluruh dunia sebagai warisan budaya tanpa benda.

Gede Komang, salah seorang seniman wayang Wong Tejakula dalam kesempatan menjelaskan bahwa, pementasan wayang Wong Tejakula sebenarnya bisa di pentaskan diluar Pura Tejakula, dengan syarat pura tersebut masih ada kaitannya dengan Pura Tejakula. Tidak hanya sebatas hal tersebut, pelakon atau pembawa wayang Wong Tejakula juga harus berdasarkan garis keturunan wilayah Tejakula.

“Wayang Wong ini sudah ada sejak abad ke-17, awalnya Wayang Wong hanya dipentaskan di Pura Maksan dan pura-pura adat di Tejakula. Penarinya pun berdasarkan dari garis keturunan, tidak bisa orang lain, dan kalau itu keturunannya tapi tidak dilakukan, maka dia akan sakit,” kata Komang.

Ada ritual khusus sebelum mementaskan Wayang ini. Salah satunya harus melakokannya saat perayaan Umanis Galungan di Pura Maksan dan tujuh pura lainnya.

“Wayang Wong Tejakula khusus lakon Ramayana, tidak boleh di luar konten dan harus menghabiskan cerita,” ucap Komang.

Kepala Disbudpar Buleleng Nyoman Sutrisna menuturkan, pihaknya akan mendukung masyarakat Tejakula untuk meningkatkan mutu dan kualitas Wayang Wong Tejakula. Meski sakral, dia akan melakukan pengembangan secara berhati-hati dan terjaga keasliannya.

“Dengan adanya penghargaan ini kami akan mengembangkan Wayang Wong, karena tariannya sakral kita harus berhati-hati agar tidak dilecehkan dan bisa dilestarikan seni budaya ini,” tutup Komang.