Sumur Pitu, Petilasan Ki Ageng Pengging Sarat Nuansa Mistis

Sumur Pitu, Petilasan Ki Ageng Pengging Sarat Nuansa Mistis

Untuk sebagian masyarakat di jawa Tengah, sebutan Ki Ageng Pengging sudah tidak asing lagi. Dalam kisahnya, beliau merupakan simbol keteguhan hati dalam setiap membela keyakinan diri. Garis keturunan darah Majapahit kental mengalir disetiap sendinya, satria yang memiliki nama asli Raden Kebo Kenanga ini menjabat sebagai bupati Pengging setelah berhasil menemukan dan membebaskan seorang putri Ratu Pembayun yang di culik oleh Menak Daliputih.

Menurut Cerita, Ratu Pembayun merupakan putri dari Prabu Brawijaya V, sementara Menak Daliputih adalah seorang raja dari Kerajaan Blambangan, yakni sebuah kerajaan yang sebelumnya dipimpin oleh Prabu Minak Jingga.

Di masa tuanya, Ki Ageng Pengging, lebih banyak menjalankan berbagai ritual dan bertapa. Lantaran hal tersebut, petilasannya banyak tersebar di wilayah Jawa Tengah. Salah satu petilasan Ki Ageng Pengging yang masih dikenal masyarakat Jawa Tengah adalah Petilasan Sumur Pitu yang berada di Kecamatan Banjarejo, Kabupaten Blora.

Petilasan Sumur Pitu terletak di belakang SMPN 2 Mojowetan, lokasinya cukup tersembunyi dari keramaian lalu lintas jalan di Desa Mojowetan. Secara geografis, petilasan Sumur Pitu masuk ke dalam wilayah Dukuh Wadas, Desa Mojowetan, Kecamatan Banjarejo, Kabupaten Blora. Apabila Anda suatu saat  ingin menyambangi dan menjalankan olah ritual, tidak ada salahnya minta petunjuk kepada masyarakat setempat untuk memandu hingga sampai di tujuan petilasan Sumur Pitu.

Menurut penuturan Kang Gempur, Sekretaris Desa Mojowetan, Petilasan Sumur Pitu merupakan petilasan yang kental aura Keislaman dan Mistisme Jawa. Kerap kali upacara adat desa dan peringatan Muharoman / Suran diselenggarakan di tempat bersejarah ini. Kang Gempur berpesan, jika ingin merasakan kesakralan dari Petilasan Sumur Pitu, pengunjung disarankan untuk datang pada hari – hari yang ditentukan. Yaitu pada sepuluh hari pertama bulan Sura, serta pada malam Jum’at Legi setiap bulannya. Banyak pengunjung dari berbagai kota hadir pada hari itu. Paling sering adalah pengunjung dari kota Surakarta, Yogyakarta dan Grobogan. “Pernah juga, datang peziarah dari Bandung dan Surabaya. Mereka datang untuk kepentingan penelitian sejarah “ Jelas bapak tiga anak ini.

Pengalaman – pengalaman supranatural sering dialami oleh para pengunjung Petilasan Sumur Pitu. Kang Gempur menuturkan ada beberapa pantangan tidak tertulis yang harus ditinggalkan ketika para pengunjung berada di kompleks warisan Ki Ageng Pengging itu. Beberapa diantaranya adalah para peziarah dilarang untuk mengambil ikan di kolam yang terletak di tengah kompleks Petilasan Sumur Pitu. Pengunjung di larang untuk berkata kotor dan dilarang membuat gaduh di dalam petilasan, serta pengunjung dilarang membawa apapun dari petilasan. “Pelanggaran terhadap pantangan – pantangan itu bisa berdampak serius,” Jelas Alumnus Unigoro Fakultas Sosial Politik ini. Namun, para pengunjung tidak perlu khawatir dengan berbagai akibat – akibat dari pelanggaran pantangan itu. selama kedatangannya didasari dengan niat yang lurus.

Tanpa meninggalkan kesan mistisnya, Petilasan Sumur Pitu menyimpan keindahan dan sisi sejarah yang luar biasa. Sensasi kesejukan di bawah rimbun pepohonan yang berusia ratusan tahun akan pengunjung dapatkan seketika memasuki area petilasan bersejarah ini. Ada baiknya, para pengunjung meminta tokoh masyarakat desa Wadas untuk menemani aktivitas berkunjung ke Peninggalan sang Putera Majapahit ini.