Bagi masyarakat Kerinci,Jambi harimau merupakan sahabat karib. Hidup berdampingan tanpa mengganggu satu sama lain.
Bahkan harimau sangat dihormati oleh warga kabupaten berjargon Sejuk Aman Kenanga Tertib Indah (Sakti) alam Kerinci.
Pasalnya, masyarakat Kerinci meyakini harimau merupakan titisan nenek moyang mereka yang ditugaskan menjaga kelestarian hutan rimba gunung rayo. Masyarakat pun menggelari harimau dengan sebutan Inyik, Ninek atau Tuo yang artinya leluhur/orang yang dituakan.
Kelestarian hubungan itu terus terjaga sejak zaman dulu hingga saat ini. Nah, untuk memuliakan dan menjaga hubungan batin antara harimau dan masyarakat, tak jarang warga dusun menggelar upacara adat untuk menghormati harimau. Salah satunya upacara Ngangah.
Meskipun jarang terjadi, perilaku adat masyarakat
kerinci terhadap raja hutan itu terus terjaga.
Seperti ritual adat masyarakat Pulau Tengah, Kerinci, Jambi. Ritual tersebut dinamakan Tari Ngangah yang berarti menghibur roh harimau.
Tarian itu digelar manakala ditemukan seekor harimau mati dihutan. Dengan maksud agar gerombolan harimau tidak turun gunung dan mengganggu warga. Diketahui pagelaran terakhir saat festival Danau Kerinci 2005.
Dalam prakteknya, setiap gerakan yang tersaji mengandung pesan moral yang sangat dalam. Harimau yang mati ditutupi kain putih layaknya manusia, Harimau kemudian ditandu menuju balai adat. Diletakkan ditempat yang agak tinggi dan ditegakkan seperti harimau yang masih hidup.
Selanjutnya, ketua adat akan membaca mantra diiringi bunyi yang berasal dari Terawak (bebunyian dari tempurung) yang berfungsi untuk menjemput roh harimau, petanda ritual dimulai.
Diyakini dengan adanya ritual adat ini, roh harimau akan mendengar dan datang menjelma. Kepercayaan masyarakat harimau berkuping tanah, pendengarannya menembus setiap jejak langkah, setelah kain putih dibuka satu per satu berbagai jenis benda kemudian diletakkan dihadapan harimau sebagia tebusan.
Prinsipnya adalah melunasi, hilang belang diganti belang, hilang taring diganti taring, hilang ekor diganti ekor, hilang mata diganti mata. Dalam ritual itu taring diganti dengan keris, kuku diganti dengan sebilah pedang, ekor diganti dengan tombak, suaranya diganti dengan pukulan gong, warna matanya dengan benda keras yang berkilat seperti kelopak betung (pelepah bambu bagian dalam) dan belangnya diganti warna kain.
Setelah prosesi itu, harimau mati diarak keliling kampung diiringi dengan peragaan tarian, silat pisau, silat pedang dan gerakan yang menyerupai harimau.
Ditengah ritual itulah tiba-tiba banyak warga yang kesurupan dan bertingkah mirip gerakan harimau, kejadian inilah yang diyakini warga sebagai tanda kedatangan roh leluhur yang menjelma masuk kedalam raga.
Untuk menyadarkan yang kesurupan para ketua adat pun cukup membaca mantra khusus. Setelah itu harimau akan dikubur di pinggiran desa. Agus TW