Ratu Kalinyamat adalah seorang perempuan yang mendirikan kerajaan kecil di Mantingan, dekat Jepara. Istri Sultan Hadirin ini terpaksa menjadi janda pada tahun 1549 setelah suaminya dibunuh oleh Aryo Penangsang. Karena sangat berduka kehilangan suaminya, Ratu Kalinyamat dikisahkan bertapa agar dapat membalas kematian suaminya.
Situs tempat pertapaan Ratu Kalinyamat ini berada di Desa Tulakan, Kecamatan Keling, sekitar 40 kilometer arah timur laut Kota Jepara, atau 78 kilometer dari Kota Kudus, Jawa Tengah. Di sana, ada salah satu sudut bukit yang kini menjadi Desa Tulakan, tempat Ratu Kalinyamat bertapa selama bertahun-tahun tanpa busana dan hanya berbalutkan rambutnya yang panjang.
Ia memohon pertolongan dari Tuhan agar dapat melampiaskan dendam kesumatnya terhadap Aryo Penangsang, salah seorang murid kesayangan Sunan Kudus.
Kalinyamat pun sempat bersumpah, “Ora pisan-pisan ingsun jengkar saka tapa ingsun yen durung bisa kramas getihe lan kesed jambule Aryo Penangsang.”
Sumpah itu maknanya bahwa ia tidak akan menghentikan laku tapanya jika belum bisa keramas rambut dengan darah Aryo Penangsang, serta membasuh kakinya dengan rambut Aryo Penangsang.
Aryo Penangsang akhirnya tewas dalam sebuah duel dengan Danang Sutowijoyo, yang di kemudian hari mendirikan Kerajaan Mataram. Duel antara Danang Sutowijoyo dan Aryo Penangsang yang legendaris ini
berlangsung di dekat Sungai Kedung Srengenge. Dalam pertarungan yang sengit, Aryo Penangsang tewas secara tragis, ususnya terburai oleh kerisnya sendiri.
Pertapaan Ratu Kalinyamat dengan sumpahnya itu ditafsirkan oleh masyarakat sebagai wujud kesetiaan, kecintaan dan pengabdian Sang Ratu kepada suaminya. Ia dengan kesadaran dan keikhlasan yang tinggi bersedia meninggalkan gemerlapnya kehidupan istana.
Kini, tempat pertapaan Ratu Kalinyamat yang semula hanya berupa bangunan sederhana berukuran 3 x 4 meter di tepian sebuah sungai kecil di Tulakan, oleh Pemerintah Kabupaten Jepara dibangun pintu gerbang.
Tempat pemandian untuk berendam (tapa kungkum) di sungai kecil dekat pertapaan kini dibangun pula pagar pemisah untuk peziarah pria dan wanita. Jalanan dan halaman situs pun telah diperkeras dengan paving block.
Situs pertapaan Ratu Kalinyamat ini setiap malam Jumat Wage dipenuhi peziarah yang datang dari berbagai daerah di sekitar Jepara.
”Para peziarah kebanyakan kaum perempuan yang ingin cantik alami
seperti Ratu Kalinyamat. Syaratnya, mereka terlebih dahulu harus mandi di sungai kecil yang ada di dekat situs bekas pertapaan. Kemudian disusul dengan laku tapa atau meditasi selama 40 hari,” ujar
Suparni, juru kunci pertapaan Ratu Kalinyamat.
Menurut Suparni, setiap Jumat Wage banyak orang yang berziarah. Di tempat itu, mereka berdoa pada Allah Swt. “Doanya ada yang terkabul. Lewat berdoa di situ kemudian dia dengan sukarela memberi bantuan sampai jutaan rupiah untuk membangun tempat ini,” ujar Suparni.
Kegiatan yang dilakukan di pertapaan itu tidak ada pantangannya. Tidak ada larangan. Tetapi untuk menjaga kelestariannya dilarang menebang pohon. Larangan menebang pohon sudah berlaku sejak 1989 silam. Sebab, sebelumnya pohon-pohon di area makan banyak ditebangi untuk keperluan bangunan.
“Berziarah harus bersuci terlebih dahulu seperti berwudhu.”