Kendati jaman sudah modern, kita tak bisa memungkiri bahwa bagi sebagaian masyarakat masih mempercayai tempat-tempat tertentu yang dianggap sakral dan keramat untuk meminta sesuatu. Keyakinan tersebut tentu bukan tanpa alasan, karena ada sejarah dan jejak panjang yang menyertainya.
Apakah ada yang salah? Tentu saja tidak, karena itu sangat subyektif. Tergantung dari masing-masing kita untuk memaknai. Lagi pula kami tidak hendak membincangkan antara salah atau benar. Ilmu kami tidak cukup untuk hal ini.
Biasanya, tempat-tempat yang dianggap sacral, bisa berujud gua, makam tua, atau bahkan sebuah batu belaka. Meski hanya berujud seonggok batu belaka, bisa jadi aura mistisnya luar biasa kuat. Nah, konon saking kuatnya aura mistisnya, hingga kemudian batu tersebut dikunjungi banyak orang dari berbagai kalangan dengan bermacam tujuan.
Jika Anda tidak percaya. Silahkan datang ke antai Parangkusumo setelah Anda dari Parangtritis. Dalam tradisi masyarakat Jawa, khususnya yang bermukim di pesisir laut selatan pantai Parangkusumo dianggap sebagai gerbang utama menuju Keraton Gaib Laut Selatan. Di sana, ada sebuah kompleks yang sangat dikeramatkan, bernama Cepuri Parangkusumo tempat baru keramat tersebut.
Secara administratif, Cepuri Parangkusumo ini berada di Dusun Mancingan, Kelurahan Parangtritis, Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Cepuri Parangkusuma berada di pinggir pantai Samudera Hindia. Lokasi Cepuri Parangkusmo berada di sisi barat dari Pantai Parangtritis.
Cepuri Parangkusumo ini adalah pagar tembok keliling, dengan banyak lubang di tengah dinding temboknya.Ukuran cepuri ini terbilang cukup luas. Gerbang cepuri berada di sisi selatan menghadap laut. Gerbang ini berbentuk gapura paduraksa, dilengkapi dengan pintu berbentuk jeruji yang terbuat dari kayu.
Tidak perlu takut kalau kisanak pas singgah ke cepuri ini, sampeyan tinggal pukul kentongan di tempat tersebut untuk memanggil juru kuncinya jika kedapatan tidak berada di tempat. Rasah sungkan, karena kentongan itu fungsinya memang untuk memanggil juru kunci, tapi tentu saja untuk hal yang sifatnya darurat.
Nah, di dalam cepuri inilah magnet aura mistis pantai Parangkusumo itu berada. Lebih tepatnya mungkin karena adanya dua onggok batu yang sangat disakralkan. Cukup menarik keberadaan batu yang disakralkan ini. Bagaimana, penasaran? Baik, saya ringkaskan cerita yang sarat mitos tersebut.
Begini anak muda, dua batu keramat tersebut erat kaitannya dengan pertemuan antara calon raja pertama Mataram Islam, Danang Sutawijaya, dengan penguasa laut selatan, Kanjeng Ratu Kidul. Dua batu tersebut pun ada namanya masing-masing, yang besar disebut Selo Ageng sedangkan yang lebih kecil disebut Selo Sengker.
Di Selo Ageng inilah pertama kali Danang Sutawijaya (kelak bergelar Panembahan Senopati) melakukan semedi. Namun karena tidak nyaman, maka ia berpindah tempat ke Sela Sengker. Dalam riwayatnya, Danang Sutawijaya bertapa di batu keramat tersebut karena menuruti nasihat Ki Juru Mertani. Meditasi yang luar biasa tersebut, mengakibatkan kekacauan di Kerajaan Laut Selatan. Hawa panas menyeruak dan gelombang pasang yang hebat pun terjadi. Bahkan, saking besarnya gelombang pasang, binatang laut bergeleparan di pantai.
Bergolaknya segoro kidul ini kemudian mengakibatkan Ratu Kidul, yang menguasai dunia gaib Laut Selatan akhirnya keluar. Ia mencari tahu apa penyebab kekacauan di kerajaannya. Nah, di saat ia keluar, ia mendapati sosok lelaki gagah tengah bertapa. Kalau saja tidak gagah, bisa di cithes itu orang.
Ya, Ratu Kidul segera tahu, penyebab kekacauan kerajaannya tersebut adalah karena semedi yang dilakukan oleh pria gagah nan tampan pada zamannya itu. Ratu Kidul lalu menanyakan apa yang dikehendaki lelaki itu. Sutawijaya menjawab, bahwa ia menginginkan agar Ratu Kidul membantunya dalam mendirikan dan membesarkan kerajaan yang hendak didirikannya.
Karena sudah kesengsem pada pandangan pertama, Ratu Kidul menyanggupi permintaan Sutawijaya, dengan syarat, Sutawijaya dan keturunannya yang menjadi raja, harus bersedia menjadi suaminya. Sutawijaya pun menyetujui syarat ini, asalkan perkawinan tersebut tidak membuahkan keturunan. Dari sini perjanjian tersebut diteken.
Di kemudian hari, Kerajaan Mataram Islam pun berdiri. Kekuasaan yang didambakan oleh Danang Sutawijaya akhirnya tercapai. Semua itu, menurut mitos yang beredar, karena peran serta dari Ratu Kidul. Hingga kini, seperti yang kita tahu keberadaan Mataram Islam yang didirikannya itu masih tetap lestari, yaitu Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta.
Kontrak perkawinan politik antara Danang Sutawijaya dengan Ratu Kidul, kemudian diteruskan sampai sekarang oleh raja-raja dinasti Mataram, terutama Kasultanan Yogyakarta. Maka, hingga kini Kasultanan Yogyakarta selalu menggelar prosesi labuhan di pantai Parangkusumo setiap tahunnya.
Pertemuan Ratu Kidul dan Danang Sutawijaya di kedua batu keramat itu hingga kini masih diyakini kebenarannya oleh sebagian masyarakat. Dalam pertemuan itu, Ratu Kidul duduk di Selao Sengker, sedangkan Danang Sutawijaya duduk di Sela Ageng. Karena ikatan asmara antara Sutawijaya dan Ratu Kidul terjadi di dua batu keramat tadi, kedua batu tersebut lalu dijuluki Batu Asmara.
Seperti yang sudah saya narasikan di atas, meski kini kita sudah hidup di jaman bukan hanya modern namun sudah mendekati jaman nano, kunjungan tokoh lokal maupun nasional pun agaknya masih tetap marak. Konon, mereka ke tempat ini biasanya karena punya hajat hendak meraih kekuasaan, atau melanggengkan kekuasaan. Ritual para peziarah tersebut biasanya berdoa atau tirakat di depan kedua batu keramat. Setelah itu, kemudian menaburkan bunga setaman.
Maka, bukan pemandangan aneh lagi kalau di sekitar Cepuri Parangkusumo ini banyak didapati penjual bunga setaman, dupa serta kemenyan. Paling ramai peziarah kalau malam Selasa Kliwon dan Jumat Kliwon. Hari biasa tidak terlalu ramai, tapi tetap banyak yang datang.
Selain Cepuri Parangkusumo yang berisi dua buah batu keramat tadi, di kompleks Pantai Parangkusumo ini juga terdapat beberapa bangunan lain. Pada sisi depan cepuri terdapat dua bangunan kembar yang saling berhadapan. Bangunan kembar tersebut digunakan untuk meletakkan aneka peralatan menjelang pelaksanaan upacara Labuhan Parangkusumo.
Sementara di sisi belakang kanan dan kiri Cepuri Parangkusumo, terdapat bangunan tanpa dinding. Bangunan ini digunakan sebagai tempat istirahat bagi para wisatawan atau peziarah. Di depan gapura utama (paling luar) ini juga terdapat kompleks bangunan lain yang difungsikan sebagai semacam taman.
Selain itu, ada pula gapura sisi belakang yang berukuran lebih kecil daripada gapura utama. Kedua gapura terluar dari kompleks Cepuri Parangkusumo ini dilengkapi pula dengan patung raksasa kembar Dwarapala. Keberadaan patung ini sebagai penjaga atau penolak bala.
Sebenarnya masih ada lagi batu yang dianggap keramat di sekitar Pantai Parangkusumo ini. Lokasinya tak jauh dari Cepuri Parangkusumo. Hamparan batu warna kecoklatan tersebut memanjang seperti ular raksasa. Batuan yang dulunya adalah aliran magma dari perut bumi itu berada di Cepuri Parang Anom. Namun entah kenapa, para peziarah lebih banyak berziarah di dua batu keramat yang ada di Cepuri Parangkusumo.