Indonesia, kaya akan budaya mistik. Banyak daerah yang mempunyai cerita-cerita yang berhubungan dengan mistik. Misalnya di Jawa. Ada salah satu cerita mistik yang belum tentu bisa dipertanggungjawabkan atau dipercaya begitu saja. Yaitu bagi perempuan yang mempunyai tembong (tahi lalat) di bahu sebelah kiri pasti akan mengalami kesialan. Dalam perpektif Jawa, hal tersebut dikenal dengan bahu laweyan atau perempuan pembawa sial.
Dalam perspektif Jawa dikenal istilah Bahu Laweyan. Yaitu, perempuan yang memiliki ciri-ciri khusus pembawa sial.
Mitos seperti ini mulai berkembang pada abad IX, seperti digambarkan dalam Serat Witaradya karya R Ng Ronggowarsito konon sesunggunya memang ada, tetapi jumlahnya dapat dihitung dengan jari. Keberadaannya mulai diperhitungkan sejak tahun 921 M saat kejayaan Keraton Pengging Witaradya.
Kisah tersebut ketika kerajaan Pengging mengadakan acara jumenengan(ulang tahun penobatan raja). Raja Pengging saat itu tidak hanya sakti tapi juga memiliki banyak teman. Baik dari golongan manusia sampai golongan jin yang bernama Gandarwa Kurawa. Pada saat jumenengan tersebut semua temannya diundang termasuk si Gandarwa. Dalam acara tersebut. Gandarwa tertarik kepada salah seorang putri yang bernama Dewi Citrasari. Karena dari dunia yang berbeda, si Gandarwa tidak bisa berbuat apa-apa selain sungkan dengan sang Raja yang menjadi sahabatnya.
Tapi yang namanya cinta. Siapapun yang sudah terkena virusnya, akan sulit untuk menolak. Begitupun dengan Gandarwa. Segala cara dan upaya dilakukannya. Dengan kesaktian dan kekuatan yang dia miliki, akhirnya dia bisa melakukan hubungan intim dengan sang putri. Dewi Citrasari pun mengandung benih percampuran antara manusia dan jin. Akhirnya, janin yang dikandungnya lahir. Seorang bayi perempuan dengan membawa tanda khusus yaitu tompel di bahu sebelah kiri dan oleh masyarakat setempat disebut dengan istilah bahu laweyan.
Perempuan bahu laweyan mempunyai ciri-ciri pendiam, suka menyendiri dan mempunyai tatapan mata kosong. Selain itu, perempuan bahu laweyan juga kebal terhadap serangan berbagai ilmu hitam, seperti santet, teluh dan sebagainya. Kehidupannya tidak normal, kerena sudah dipengaruhi ssifat-sifat jin jahat. Dan jika dia menikah, siapapun yang menjadi suaminya tidak akan bertahan lama. Karena ketika melakukan hubungan intim, si suami akan meninggal dengan cara yang mengenaskan. Ironisnya sampai saat ini ada sebagian masyarakat yang masih mempercayainya. Oleh karena itu, jika di suatu daerah kedapatan perempuan dengan ciri-ciri tersebut, maka tidak akan ada laki – laki yang mau menikahinya dan dikucilkan. Padahal, setiap manusia yang lahir ke dunia berhak mendapat perlakuan dan penghidupan yang layak. Agus TW