Wayang Milenial Jakarta kembali akan melakukan pagelaran seni budaya Nusantara Wayang Kulit dalam rangka Hari Wayang Nasional ke-4. Pagelaran ini akan di bawakan langsung oleh Sang Dalang Salto yang sekaligus dalang Duta Budaya Eropa dan Jepang, yakni K.R.T.Ki.H.Gunarto Gunotalijendro.SH.MM, dengan mengambil lakon “Karno Tanding”.
Pagelaran budaya wayang kulit ini akan berlangsung pada hari Senin, tanggal 7 November 2022, pukul 20.00 WIB sampai dengan selesai, bertempat di Gedung Pewayangan Kautaman Jl. Raya Pintu 1, Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur.
“Kita wajib untuk melestarikan seni budaya wayang kulit warisan leluhur bangsa kita ini agar tidak gampang punah di telan era globalisasi dan ditinggalkan oleh regenerasi kita. Dalam hal tersebut seni budaya asli bangsa Indonesia ini wajib kita junjung ke permukaan agar menjadi tontonan dan tuntunan bagi masyarakat Nasional dan Internasional,” tutur K.R.T.Ki.H.Gunarto Gunotalijendro.SH.MM, dalang peraih penghargaan prestisius Datuk Manggala Budaya Sastra Diraja ini semangat.
Nah..ayoo kita tunggu tanggal mainnya ya guys…pasti bakalan seru, apalagi lakon wayang yang akan di bawakan oleh dalang duta budaya Eropa dan Jepang ini sungguh sangat menarik dan pasti akan seru, sebab lakon Karno Tanding adalah sebuah cerita pewayangan yang diambil dari cerita perang Bharatayuda yang sudah sangat di kenal masyarakat.
Sekelumit kisah lakon Karno Tanding diawali oleh perasaan dan pandangan Prabu Duryudana setelah di tinggalkan Resi Bisma dan Druna yang telah gugur di medan perang. Prabu Duryudana kemudian menunjuk Raja Awangga, Adipati Karno untuk mengkomando pasukan Kurawa menghancurkan bala tentara Pandawa. Penunjukkan Adipati Karno sebagai senopati perang Kurawa tersebut dilakukan lantaran Adipati Karno berhasil membunuh Raden Gatotkaca di perkemahan Pandawa di Tegal Kurusetra, yang dikenal dengan sebutan Perang Suluh.
Dengan terbunuhnya Raden Gatotkaca tersebut, membuat kekuatan perang Pandawa mulai berkurang. Sementara dengan terbunuhnya Raden Gatotkaca membuat pasukan Kurawa sangat senang. Dengan penunjukkan Senopati negeri Astina itu, Adipati Karno meminta Prabu Salya yang juga mertuanya untuk menjadi saisnya di medan laga Kurusetra.
Sebelum turun ke medan laga, Adipati Karno mendatangi Ibu Kunti untuk minta pamit pergi ke medan laga Tegal Kurusetra. Dalam bertemuan tersebut keduanya sempat berbincang serius, intinya Dewi Kunti meminta supaya Adipati Karno, putra tertuanya itu untuk tinggal bersamanya dan keluarga Pandawa. Akan tetapi Adipati Karno menolaknya, sebab sudah terlambat. Alasannya, Adipati Karno sudah makan minum dan mendapat jabatan dari pihak Kurawa. Adipati Karno harus membalas budi. Adipati Karno berpesan kepada ibu Kunti Talibroto, bahwa Pandawa harus tetap utuh lima, kalau bukan Karno ya Arjuna yang akan gugur di medan perang, tetapi Pandawa tetap utuh lima.
Dewi Kunti mendengar perkataan Adipati Karno tersebut langsung menangis dan sedih sekali. Mengingat Adipati Karno adalah putra sulungnya. Ibu Kunti kemudian melepas kepergian putranya dengan pandangan kosong. Tak lama kemudian Adipati Karno pergi meninggalkan Dewi Kunti ibunya untuk pulang ke Awangga. Pertemuan Adipati Karno dengan ibunya Dewi Kunti merupakan pertemuan yang pertama dan yang terakhir kalinya.
Adipati Karno sebelum berangkat ke medan laga juga menyempatkan diri untuk berpamitan kepada istrinya, Dewi Surtikanti putra Prabu Salya. Dewi Surtikanti merasa sedih sekali akan kepergian suaminya Adipati Karno, akan tetapi ia harus melepasnya dengan iklas sebab ini adalah tugas negara. Tetapi dalam lubuk hatinya, Dewi Surtikanti masih berharap suaminya akan pulang dalam keadaan sehat dan selamat.
Esok harinya, sasangkala telah dibunyikan. Para bala tentara telah siap melawan musuhnya. Kereta perang Senopati Astina, yakni Adipati Karno dengan saisnya Prabu Salya telah memasuki ke Tegal Kurusetra. Sedangkan Arjuna juga telah siap siaga menaiki kereta perang Jaladara, saisnya adalah Prabu Kresna. Kereta perang Jaladara dengan kencang memasuki arena perang tegal Kurusetra. Dalam hatinya, ada penyesalan dalam diri Adipati Karno, mengapa saat perang suluh, ia melepaskan senjata kunto untuk membunuh Raden Gatotkaca.
Sebenarnya, senjata kunto miliknya itu sudah dipersiapkan untuk melawan Arjuna, akan tetapi digagalkan oleh Gatotkaca, kendati Gatotkaca harus mengorbankan nyawanya sendiri. Dengan pengorbanannya nyawa Gatotkaca, akhirnya Arjuna terlepas dari incaran kematian dari senjata andalan Adipati Karno, yakni Kunto.
Peperangan sudah di mulai, nampak kala itu kedua kereta perang saling meliuk-liuk kesana kemari saling menghindari sabetan pedang dan panah yang dilepas oleh dua satria berbaju kembar yang sebenarnya adalah saudara seibu lain ayah tersebut.
Perang tanding dua satria bersaudara tersebut sangat seru, akhirnya memancing para prajurit Kurawa dan Pandawa untuk berhenti tarung dan justru menonton laga Adipati Karno dan Arjuna. Nampak kereta Arjuna terlindungi oleh awan mendung yang sangat kelam, sementara kereta yang dinaiki Adipati Karno terlihat mendapatkan sinar terang dari sinar matahari, sehingga membuat silau mata yang memandang. Nampaknya hal tersebut terjadi lantaran Batara Indra dan Batara Surya datang untuk menjadi saksi putra-putranya yang sedang bertarung sengit di Tegal Kurusetra.
Kedua satria yang sedang bertarung tersebut nampaknya sudah mengeluarkan dan melepas senjata senjata andalan mereka, namun semua bisa tertindar dari serangan senjata masing masing. Adipati Karno ujungnya tinggal memiliki satu buah pusaka, yang keampuhannya tidak jauh dari senjata Kunto, yakni senjata Wijayandanu. Adipati Karno secepat kilat melayangkan Wijayandanu ke tubuh Arjuna. Akan tetapi saisnya, Prabu Salya mengetahui gelagat tersebut, Konon, Prabu Salya tidak merelakan kalau Arjuna tewas terkena senjata Wijayandanu.
Saat panah di tarik dan akan dilepaskan oleh Adipati Karno, Prabu Salya langsung menggebrak kendali kekang kudanya, ujungnya kuda-kudanya mendongak, sementara roda belakang kereta perang Adipati Karno amblas ke dalam tanah, kereta perang Adipati Karno posisi anjlog ke bawah, hingga menyebabkan panah yang dilayangkan ke arah Arjuna justru melenceng dari sasarannya.
Senjata panah Wijayandandanu hanya mengenai sumping Arjuna, hingga membuat gelung rambutnya terlepas. Nah pada saat Adipati Karno marah marah kepada saisnya, yang juga mertuanya sendiri, justru kesempatan tersebut di manfaatkan oleh Arjuna untuk melepaskan pusaka panahnya dan mengenai mahkota Adipati Karno.
Adipati Karno langsung meloncat dari kereta perangnya dan mendekati Arjuna untuk menyerangnya. Arjuna juga turun dari keretanya, dan mereka berdua saling berhadapan, saling mendekat dan saling menyerang. Akhirnya Arjuna berhasil menyarangkan senjata panahnya ke dada Adipati Karno, Senopati Astina tersebut rebah dan bersimbah darah. Akhirnya Adipati Karno gugur dalam perang tanding melawan Arjuna di Tegal Kurusetra.
Arjuna mendengar suara dari Adipati Karno yang memanggil namanya, dalam suara tersebut Adipati Karno ingin memeluk adiknya sebelum meninggal, Arjuna mendekati tubuh Adipati Karno yang bersimpah darah itu, akan tetapi Prabu Kresna menghalangi Arjuna supaya tidak mendekati tubuh Adipati Karno. Prabu Kresna menyampaikan apabila Adipati Karno sebenarnya sudah meninggal, sedang yang bicara sebenarnya adalah pusaka Adipati Karno, yakni Kala Dete yang bela pati atas kematian tuannya. Setelah Arjuna di rasa sudah tidak mendekati tubuh Adipati Karno, tiba-tiba dari tubuh Adipati Karno keluar seekor burung raksasa yang terbang ke arah Arjuna. Spontan Prabu Kresna menarik tubuh Arjuna supaya terhindar dari serangan burung raksasa tersebut. Kemudian Arjuna langsung melepaskan pusaka Pasopati ke arah burung raksasa itu, sehingga burung raksasa yang menyerangnya hancur lebur menjadi abu.
Dewi Surtikanti, istri Adipati Karno yang sedang menunggu-nunggu kepulangan Adipati Karno merasa kangen dan penasaran, akhirnya ia menyusul suaminya ke gelanggang perang Tegal Kurusetra. Kepada para prajurit yang ditemuinya mengatakan kalau Adipati Karno sudah tewas di medan perang. Akhirnya Dewi Surtikanti mencari jasad suaminya diantara tumpukan mayat prajurit yang gugur di medan perang. Hal ini ia lakukan sebagai rasa kesetiannya kepada suaminya. Sementara di tempat lain Prabu Kresna dan Arjuna sedang merawat jasad tubuh Adipati Karno. Keluarga Pandawa sebenarnya berkeinginan untuk bersatu dengan kakaknya, Adipati Karno yang sebenarnya mereka cintai.
Tewasnya Adipati Karno yang dalam cerita pewayangan sempat menjadi Senopati dan memimpin prajurit Kurawa selama dua hari itu di selingi dengan harumnya bunga mawar dan melati yang turun dari Kahyangan, menghiasi para pahlawan yang telah gugur di laga perang.
Pada saat perabuan jasad Adipati Karno, nampaknya istrinya Dewi Surtikanti justru ikut bela pati, ia dengan keiklasan dan kesetiannya kepada suaminya langsung terjun ke dalam kobaran api yang membara
Wow…sungguh dramatis dan sangat menarik akan cerita wayang Karno Tanding ini, apalagi yang memainkannya adalah seorang dalang Nasional. Ayoo…kita sama sama saksikan pagelarannya….Sementara yang tidak bisa hadir langsung ke lokasi pertunjukkan…cukup klik di Channel Youtube Andikamultimedia New dan Gatot Jatayu.