Wayang Milenial Jakarta akan kembali menggelar acara pentas wayang kulit dengan mengambil lakon Gondomono Krido. Pagelaran ini akan dilangsungkan pada hari sabtu, tanggal 15 Oktober 2022, mulai pukul 20.00 s/d selesai, di Tugu Proklamasi. Jl. Proklamasi No. 10 Pegangsaan,Menteng, Jakarta Pusat.
Pementasan seni budaya wayang kulit asli Indonesia ini akan dibawakan langsung oleh K.R.T. H.Ki. Gunarto Gunotalijendro.SH.MM atau yang dikenal sebagai “Sang Dalang salto Sewengi Ping Seked”, dalam rangka untuk menyambut HUT Paguyuban ABDI DALEM Keraton Surakarta, Kusumo Hondrowino DKI Jakarta.
Wahh…tentunya pementasan seni budaya adiluhung warisan leluhur bangsa Indonesia ini bakalan seru…guys..apalagi dalam pementasan ini, akan dihadiri oleh waranggana atau pesinden terkenal besutan dalang duta budaya Eropa dan Jepang, yakni, K.R.T. H.Ki. Gunarto Gunotalijendro.SH.MM.
Lakon Gondomono Krido, sekilas mengisahkan seorang kesatria dari negeri Pancalaradya atau Cempalaradya, yakni Gondomono yang mengadakan sayembara perang untuk keponakannya, barang siapa yang dapat mengalahkan dirinya maka mereka berhak untuk mempersunting Dewi Durpadi. Di atas panggung Gondomono berdiri dengan kokoh dan nampak gagah perkasa. Dari sekian peserta yang ikut sayembara perang tanding belum ada yang bisa mengalahkan dirinya. Gegap gembita dan tepuk tangan tak ada hentinya menyambut kemenangan Gondomono.
Melihat kesaktian Gondomono yang belum ada yang bisa mengalahkan, para peserta sayembara mulai minder dan bergetar hatinya. Akhirnya banyak calon peserta yang awalnya ingin maju perang tanding dengan Gondomono, akhirnya mereka hanya cukup menjadi penonton saja.
Tiba-tiba tanpa di sadari oleh Gondomono, melompatlah seseorang ke atas panggung, sesosok tinggi besar dengan mengenakan pakaian Brahmana. Ternyata, sosok tersebut adalah Bima atau Werkudara. Munculnya Werkudara di atas panggung sayembara, serentak mendapat sambutan dan tepuk tangan dari para penonton.
Bima atau Werkudara sebenarnya sudah mengenal Gondomono dan kesaktiannya. Sebab kala itu Werkudara pernah mengalami perang tanding melawan Gondomono tatkala menjadi utusan Pandita Durna untuk menangkap Gondomono dan Durpada. Nampaknya Gondomono sudah tidak ingat lagi akan sosok yang kini berada di depannya tersebut. Sebab Werkudara sengaja menyamar menjadi sosok Brahmana.
Kala itu waktu sudah menjelang sore hari, Gondomono dan Werkudara berkeinginan untuk segera menyelesaikan sayembara secepatnya. Oleh karena itu spontan mereka langsung beradu perang tanding. Gondomono langsung memasang kesaktiannya aji Bandung Bandawasa dan aji Wungkal Bener. Sementara nampak kala itu Werkudara mengetrakpak aji Angkusprana. Nampak kekaguman dan ketegangan terlihat dari para penonton yang menyaksikannya. Sebab keduanya sedang mengeluarkan ilmu ilmu kesaktian tinggi yang mereka miliki. Gerakan mereka sangat cepat dan tangkas, sehingga para penonton tidak bisa membedakan mana Gondomnono dan yang mana Werkudara.
Perang tanding tersebut sangat dasyat, seiirng dengan berjalanan waktu, nampak gerakan Gondomono mulai ada perubahan. Aji Bandung Bandawasa yang memiliki kekuatan ibarat seribu gajah ternyata sudah tidak utuh lagi. Hal ini terjadi lantaran tenaga Gondomono sudah mulai terkikis. Otot dan uratnya sudah mulai mengendor, ia sudah tidak mampu lagi untuk mengetrapkan ilmu ajian Bandung Bandawasa miliknya dengan cara sempurna. Bahkan Aji Wungkal Bener juga sudah berkurang khasiatnya tatkala harus berhadapan dengan Werkudara.
Akan tetapi sebaliknya Werkudara yang mempergunakan ilmu kesaktian aji Angkusprana yang dapat menghimpun kekuatan angin, justru dapat bergerak dengan cepat dan lincah, bahkan bertambah perkasa. Akhirnya Gondomono timbul kecurigaan atas lawannya tersebut. Siapakah sebenarnya lawannya yang mengenakan pakaian brahmana itu? Gondomono akhirnya sedikit teringat akan sepak terjang lawan yang dihadapi. Dahulu Gondomono pernah dikalahkan oleh Werkudara, tetapi kala itu Gondomono tidaklah dengan sungguh-sungguh berperang tanding melawan Werkudara. Padahal kala itu tenaganya masih cukup kuat dan sangat perkasa. Akan tetapi sekarang tenaganya sudah tidak seperti dulu lagi, bahkan lawan yang ia hadapi sekarang ini lebih perkasa di bandingkan dengan Werkudara waktu itu. Akan tetapi ada kemiripan dalam hal sepak terjangnya. Apakah brahmana ini adalah Werkudara atau Bima yang sekarang bertambah matang? Benarkah engkau Werkudara cucuku? Jika benar Gondomono merasa lega dan bahagia. Lega lantaran gugur di tangan anak Prabu Pandu. Bahagia karena Dewi Durpadi akan mendapatkan pendamping yang pantas dan berbudi luhur.
Gondomono memperoleh firasat, inilah saatnya untuk segera meninggalkan segalanya dan meletakkan tugas-tugasnya. Generasi baru telah siap menggantikan darmanya. Dan yang menggantikannya bukanlah orang lain. Ia adalah cucunya sendiri, yakni anak Prabu Pandu Dewanata junjungannya. Oleh sebab itu ia rela gugur di tangan Werkudara. Bahkan Gondomono nantinya justru akan mewariskan aji Wungkal Bener dan aji Bandung Bandawasa kepada Werkudara.
Perang tanding antara Gondomono dan Werkudara yang mengenakan pakaian brahmana masih berlangsung. Lawan Gondomono bukanlah orang sembarangan, bahkan ia mampu mengimbangi kesaktian yang dimiliki Gondomono. Bahkan Aji Bandung Bandawasa dan ilmu Wungkal Bener yang menjadi andalan Gondomono tidak bisa membendung serangan lawan. Dengan adanya hal tersebut, akhirnya nampak Gondomnono mulai terdesak. Apalagi secara fisik usia Gondomono jauh berada di atas lawannya, sehingga daya tenaganya mulai berkuranng dengan cepat.
Para penonton perang tanding tersebut dapat menyaksikan kalau Gondomono yang gagah perkasa dan sakti mandraguna semakin terdesak oleh lawannya. Hingga perasaan para penonton terbawa ke dalam suasana tegang. Tinggal menunggu waktu saja, Gondomono terjungkal dan terkapar di atas panggung sayembara.
Kini Gondomono tambah yakin, kalau lawan yang di hadapi ini adalah Werkudara, putra Prabu Pandu Dewanata. Kendati demikian toh Gondomono tidaklah menghentikan perang tanding tersebut. Ia bertekad untuk menyelesaikan sampai titik darah penghabisan, dan Gondomono sudah siap untuk hal tersebut.
Gondomono merasakan firasat nya semakin menguat, sampai pada waktunya untuk melepaskan tugas dan penngabdiannya untuk selama lamanya.Gondomobo diingatkan pada saat mengalami kegetiran dalam hidupnya di masa lalu. Saat Gondomono menjadi patih di Hastinapura, ia diperintah untuk meju ke medan perang melawan negeri Pringgondani. Di tengah peperaangan Gondomono di jebak masuk ke dalam luweng oleh Trigantalpati. Trigantalpati kemudian melaporkan kepada Prabu Pandu Dewanata bahwa, Gondomono telah ditawan dan terbunuh oleh musuh. Kemudian Prabu Pandu menjadikan Trigantalpati menjadi patih Hastinapura menggantikan Gondomono
Kali ini perang tanding melawan cucunya sendiri bukanlah sebuah kengerian. Demikian pula jika harus gugur di tangan cucunya. Bersamaan dengan selesainya perenungan masa lalunya. Sebuah kuku Pancanaka di tangan Werkudara telah menancap menembus dada Gondomono.
Bersamaan dengan berhentinya pernafasan Gondomono, matanya pun ikut tertutup. Tidak ada tugas lagi yang diembannya. Kemudian ia beristirahat dengan damai di alamnya.
Gondomono telah gugur di panggung laga yang dibuatnya sendiri. Akan tetapi pengabdiannya dan semangat juangnya, keberaniannya, kejujurannya serta ketulusan dan keiklasan hatinya serta kesaktiannnya telah diwarisi oleh Werkudara, putra nomor dua Prabu Pandu Dewanata.
Akhirnya Werkudara memenangkan sayembara tersebut, akan tetapi Dewi Durpadi tidak menikah dengannya, akan tetapi menikah dengan kakaknya, yakni Yudhistira.
Wow…sungguh lakon wayang yang sangat menarik dan luar biasa….nah ayoo kita tunggu tanggal mainnya “kiprah dan aksi dalanhg salto sewengi ping seked” ini ya guys… kita bersama sama menyaksikannya sampai tancap kayon. …. Sementara bagi yang tidak bisa hadir di arena pementasan, Anda semua tidak perlu khawatir…cukup clik di Channel Youtube Andika Multimedia New dan Gatot Jatayu.…yang akan menyiarkannya secara langsung.