Tak bisa dipungkiri Indonesia memiliki aneka ragam budaya kearifan lokal yang tersebar di perbagai pelosok wilayah kedaulatan Indonesia. Keberadaan budaya tersebut hingga kini masih tetap lestari, bahkan masih bisa kita saksikan dan lihat di TMII yang memiliki sejumlah anjungan daerah beserta budaya kearifan lokalnya. Hingga TMII bisa dikatakan sebagai kawasan wisata dunia sebagai cermin budaya Indonesia yang sangat menarik.
Tentunya dalam perkembangan dan pelestarian budaya adiluhung di Indonesia tersebut tak bisa lepas dari sosok mantan General Budaya TMII, yakni Pangeran Nata Adiguna (PNA) Mas’ud Thoyib Jayakarta Adiningrat. Selama berkiprah di TMII, beliau super aktif dalam menjalankan aneka program budaya kearifan lokal, bahkan kiprahnya sampai ke mancanegara dengan missi membawa budaya yang ada di Indonesia untuk di pamerkan dan dipentaskan di negera negara Eropa dan Asia.
“Budaya kearifan lokal kita wajib dan harus dilestarikan dan dipertahankan. Kekayaan budaya yang di miliki oleh Indonesia adalah wujud dari peran para tokoh tokoh kita zaman dahulu yang telah memperjuangkan dengan berdaya upaya agar tidak hilang dan ditinggalkan oleh para regenerasinya. Kini sudah menjadi kewajiban kita untuk meneruskan peran para tokoh tokoh kita dahulu dalam mewujudkan dan menguri uri budaya kearifan lokal kita supaya tetap lestari dan bisa dinikmati oleh generasi muda kita,” tutur Pangeran Nata Adiguna (PNA) Mas’ud Thoyib Jayakarta Adiningrat yang memiliki angka lahir 17 Februari 1953, di Kendal, Jawa Tengah ini penuh semangat.
Sekilas inilah jejak jejak Pangeran Nata Adiguna (PNA) Mas’ud Thoyib Jayakarta Adiningrat, lulusan Bachelor of Art STSRI ASRI di Yogyakarta tahun 1977 dalam kiprahnya di blantika budaya Indonesia yang pernah di jalaninya:
Memperoleh penghargaan, Doctor Honoris Causa in Art and Cultural dari American University of Hawaii. Sebagai narasumber Budaya Nusantara. Sebagai Nara Sumber budaya spiritual Indonesia tahun 1978. Masuk menjadi karyawan TMII pada tahun 1982. Menduduki jabatan sebagai Kabag, kesenian dan pertunjukkan TMII tahun 1990. Menekuni dunia paranormal dan penyembuh alternatif melalui Pekan Suro dan Pekan Wira Budaya Nusantara di TMII tahun 1992. Menjabat sebagai Manajer Istana Anak-Anak Indonesia di TMII.
Membawa rombongan kesenian Indonesia ke negara RRC, dalam rangka memperbaiki hubungan RI-RRC, melalui diplomasi kebudayaan. Menjadi pengurus Persatuan Pedalangan Indonesia (PEPADI) Pusat Bidang Humas. Menerbitkan Majalah Cempaka: Jagad Pedalangan dan Pewayangan. Menjadi Pengurus Sekretariat Nasional Wayang Indonesia dengan jabatan sebagai Ketua Bidang Humas. Menerbitkan buku buku hal Ruwatan gagrak Surakarta Hadiningrat, gagrak Jogyakarta dan gagrak Pesisiran serta menjadi nara sumber bagi Ilmuan Asing.
Bahkan, pernah pula ikut serta mempelajari pemyembuhan alternatif di Rumah Sakit Pusat Beijing”Sei Iwen” yang mengilhami adanya program penyembuhan alternatif di Indonesia. Menjadi penasehat Yayasan Paranormal Syakarsa (YAPAS) pimpinan Aman Argosuseno tahun 1994. Bersama profesor Hembing WK mengembangkan Himpunan Penyembuhan Tradisional Indonesia (HIPTRI) melalui kegiatan Pekan Wira Budaya Nusantara TMII pada tahun 1995. Bersama Romo Handoyo Lukman masyarakatkan “Radiestesi Medis”. Membawa rombongan Duta Seni Anak Indonesia keliling Asean (Malaysia, Thailand, Filipina, Brunei Darusalam, Singapura) pada tahun 1996.
Bersama Suhu Acai mempelopori acara Ciswak (ruwatan gaya Tionghoa) di Anjungan Kalimantan Timur TMII dalam rangka memperjuangkan kebudayaan Tionghoa Indonesia. Memasyarakatkan hal Ilmu Gendam bersama maestro Paranormal Indonesia, Ki Joko Bodo pada tahun 1997. Menjabat Manager Seni Budaya Wisata TMII tahun 1999. Menjadi penasehat Yayasan Lestari Budaya Tionghoa Indonesia (YLKTI) pimpinan Suhu Acai serta bersama (YLKTI) ikut memperjuangkan Tahun Baru Imlek menjadi hari libur Nasional, tahun 2000.
Menjadi Ketua I Forum Komunikasi Paranormal dan Penyembuh Alternatif Indonesia (FKPPAI), sekaligus bertindak sebagai pendirinya bersama Sabdono, Surohadikusumo, Dr. Ignatius Prayitno, Wignyo Utomo, Sumarsono Wuryadi dan Drs. Sunarto pada tahun 2001. Memasyarakatkan Ilmu Prana dan Kundalini bersama Darmayasa (Bali) dan Kapalik Mahakal (India). Memecahkan rekor kepemilikan keris terpanjang yang tercatat di rekor MURI tanggal 31 Desember 2001-2002.
Bersama Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) dan Yayasan Lestari Budaya Tionghoa Indonesia (YLKTI) menyelenggarakan Pekan Budaya Tionghoa Indonesia yang pertama kalinya dalam rangka Tahun Baru Imlek yang telah diakui oleh pemerintah RI. Menjadi penanggung jawab untuk sebuah tayangan program GAIB di TPI. Memasyarakatkan Ilmu Kundalini Indonesia bersama Rajendra Said dan Aditya. Memasyarakatkan Psycotronica bersama dengan Tubagus Arief tahun 2003.
Menjadi penasehat Ikatan Paranormal Indonesia (IPI). Ikut terlibat juga
menjadi penasehat PEPADI Pusat, hasil Munas di Solo. Ditunjuk menjadi Tim Inventarisasi benda benda seni Istana kepresidenan yang meliputi Istana Jakarta, Istana Bogor, Istana Cipanas, Istana Yogyakarta dan istana Tampak Siring sebagai pakar wayang. Mendapatkan Bintang Dharma Budaya dari Lembaga Kebudayaan Jawa, Surakarta. Dilantik menjadi Ketua Seni Budaya DPP Himpunan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa tahun 2994. Menjabat sebagai Dewan Pakar Pendidikan Spiritual dan Supranatural Ikatan Paranormal Indonesia (IPI). Memecahkan rekor kepemilikan Wayang Bathara Kalla terbesar di MURI tanggal 21 Februari 2004.
Bersama dengan DR.HC. Wanche dan Kelik Prayoga mendirikan Persatuan Spiritual dan Ketabiban Indonesia, tahun 2004 di Hotel Indonesia, Jakarta. Dikirim oleh Pemerintah Indonesia melalui Departemen Seni Budaya & Pariwisata untuk mengikuti People to People Exchance Grassroot di Vietnam pada tahun 2005. Menjabat sebagai Ketua Umum FKPPAI periode 2005-2010. Menjabat sebagai Ketua Bidang Organisasi Senawangi (Sekretariat Nasional Wayang Indonesia). Membawa Rombongan Seni Budaya Indonesia di India tahun 2014. Bersambung