Keris atau Tosan Aji bukanlah kelompok yang dikatogorikan sebagai senjata tajam, hal tersebut tertuang dalam Pasal 2 ayat 2 UDD Darurat No. 12 Tahun 1951.
Dalam pengertian benda yang berwujud pemukul, senjata penikam atau senjata penusuk, dalam pasal ini tidak termasuk barang barang yang nyata-nyata dimasudkan untuk dipergunakan guna pertanian, pekerjaan-pekerjaan rumah tangga atau untuk kepentingan melakukan dengan syah atau nyata-nyata mempunyai tujuan sebagai barang pusaka atau narang kuno atau barang ajaib (merkwaardigheid).
Pemerintah atau Negara tidak mengklasifikasikan benda-benda yang jelas fungsinya masuk kedalam kreteria”senjata tajam”
Salah satunya adalah keris, masihkah bagi orang-orang pecinta dunia budaya keris masih selalu menarasikan bahwa keris digunakan sebagai senjata, senjata yang fungsionalnya untuk melukai?
Sementara dari sisi hal yang bersifat simbolis filisofi dengan adanya konsep lingga-yoni juga jelas bahwa keris memiliki makna tuntunan luhur maupun panyuwunan, doa atau harapan yang kesemuanya adalah bertentangan dengan adanya hal yang bersifat melukai atau membunuh yang justru nantinya berdampak akan mengotori dan mendegradasi makna keluhuran tersebut.
“Ayo..kita coba pelajari dan pahami hal yang mendasar tentang apa itu arti seni dan kesenian secara etimologinya. Visualisasi yang ada di bilah keris seperti yang ada pada senjata tajam, runcing dan tajam, bisa berdiri adalah media untuk penanaman makna-makna luhur. Pahami juga bahwa manusia adalah homo simbolicum,” tutur Aji Setiaji Sutejo seorang budayawan perkerisan Nasional menjelaskan panjang lebar makna keris.