Keris dikenal sebagai sebuah pusaka ageman yang cikal bakal babarannya bersal dari Suku Jawa, serta menyebar ke Suku Pasundan, Melayu dan bahkan sampai ke seluruh Nuswantoro. Selain sebagai pusaka, keris juga memiliki kegunaan dan fungsi sebagai senjata pertahanan diri.
Keris yang bentuknya sangat khas serta mudah untuk dibedakan dari pusaka atau senjata tajam lainnya lantaran tidak simetris di bagian pangkal yang melebar, sering kali berkelak kelok, dan mempunyai pamor (Damascene), yaitu terlihat serat-serat lapisan logam cerah pada helai bilah.
“Secara pemahaman spiritualitas, esensi keris adalah sebagai ajaran ketauladanan. Keris adalah simbol bersatunya seorang hamba dengan Tuhannya. Filosofi ini diambil dari ungkapan curigo manjing warongko jumbuhing kawula lan Gusti. Artinya adalah bersatulah bilah keris dan warangkanya merupakan simbol bersatunya hamba dengan Tuhannya,”kata pakar perkerisan Nasional Gus Cokro Santri Tunggal.
Lebih jauh disampaikannya, bahwa benda pusaka ini juga menyimbolkan tuntunan perilaku dan pemaknaan hidup bagi masyarakat Nuswantoro. Kentalnya norma yang melekat pada keris tercermin dari bentuk, fungsi, sejarah dan pemaknaannya.
Menurut Gus Cokro yang juga tokoh spiritualis ini mengatakan bahwa keris juga merupakan sebuah simbol filosofi. Sangkan paraning dumadi yang artinya dari mana dan ke mana manusia harus menuju.