Mengulik Makna Simbolik di Balik Gunungan dalam Pewayangan

Mengulik Makna Simbolik di Balik Gunungan dalam Pewayangan

Dikalangan masyarakat etnis Jawa, seni pementasan wayang kulit merupakan sebuah warisan yang adiluhung. Wayang di mata masyarakat Jawa merupakan sebuah sarana interaktif yang sangat ampuh. Bab wayang banyak mengisahkan atau menceritakan tentang sisi kehidupan umat manusia yang hikmahnya dapat diambil oleh pemirsanya secara luas.

Nah, biasanya sebelum acara pertunjukkan wayang di mulai sang dalang biasanya akan menggelar gunungan atau kayon. Sementara sebenarya banyak yang tidak mengetahui akan makna `di balik gunungan wayang tersebut.

Gunungan atau kayon biasanya dilengkapi oleh beberapa gambar gambar yang semuanya merupakan wakil dari alam semesta.

. Gambar rumah atau balai dengan lantai bertingkat yang [intunya dihiasi oleh lukisan Kamajaya yang sedang berhadapan dengan Dewi Ratih.

. Gambar dua raksasa yang sedang berhadapan dengan membawa pusaka pedang atau gada dan tamengnya.

. Gambar hutan belantara yang rimbun serta binatang penghuninya.

.Gambar dua ekor naga yang bersayap

. Gambar pohon besar di tengah hutan belantara yang dililit oleh seekor ular raksasa.

.Gambar dua ekor kera dan lutung yang sedang berada di atas ranting.

.Gambar seekor harimau yang sedang berhadapan dengan banteng.

.Gambar dua ekor ayam hutan yang sedang bertengger di atas cabang pohon.

.Gambar kepala makara di tengah hutan lebat.

Ki dalang KRT. Gunarto Gunotalijendro.SH.MM.

“Gunungan atau kayon dalam dunia pewayangan memiliki bentuk kerucut (lancip ke atas) yang melambangkan tata kehidupan manusia. Nah, semakin tinggi ilmu serta semakin tambah usianya, manusia harus dan wajib mengkerucut {golong gilig), manunggaling Jiwa, Cipta, Karsa dan Rasa dalam tata kehidupan kita,” tutur tokoh budaya dan dalang Nasional KRT. Gunarto Gunatalijendro SH.MM.

Lebih panjang di tuturkan oleh KRT. Gunarto Gunatalijendro SH.MM , bahwa makna gambar gapura dan dua raksasa penjaga yang ada di gunungan wayang kulit (Cingkoro Bolo dan Bolo Upoto), adalah melambangkan hati manusia baik dan buruk. Sementara tameng dan gadga yang dipegang oleh raksasa penjaga gapura tersebut di terjemahkan sebagai penjaga alam dan terang.

Sementara pepohonan besar yang tumbuh menjalar ke seluruh badan dan puncak gunungan melambangkan aneka segala budi daya dan prilaku umat manusia yang harus tumbuh dan bergerak maju, hingga dapat bermanfaat dan mewarnai dunia dan alam semesta. Selain hal tersebut, pepohonan besar yang tertera di gunungan juga memiliki makna bahwa Tuhan memberi pengayoman serta perlindungan bagi umat manusia yang hidup di alam semesta ini.

Gambar burung melambangkan bahwa manusia wajib dan harus membuat dunia serta alam semesta menjadi indah dan asri dalam pandangan spiritual dan material.

Banteng di dalam gunungan wayang kulit, menggambarkan manusia harus kuat, ulet, lincah dan tangguh. Sementara kera menggambarkan sifat manusia yang harus layaknya seperti kera, mampu memilih dan memilah yang baik, buruk, manis dan pahit. Karena kera mampu memilih buah yang baik, matang dan manis, Artinya, manusia harus bisa memilih antara perbuatan buruk dan yang baik.

Harimau di alam liar menggambarkan sebagai raja hutan, tetapi di dalam gunungan wayang kulit, harimau dilambangkan apabila manusia wajib untuk menjadi pimpinan bagi dirinya sendiri (punya jati diri), mampu bertindak bijaksana serta mampu mengendalikan hawa nafsu serta hati nurani, hingga menjadi manusia yang baik. Pada akhirnya dapat bermanfaat bagi diri pribadi serta orang lain dan lingkungan sekitarnya.

Sementara gambar rumah Joglo atau gapura di sini melambangkan sebuah rumah atau negara yang di dalamnya memiliki tata kehidupan yang aman, tentram dan bahagia.

“Budaya bangsa kita sudah diakui akan kekayaannya oleh dunia internasional. Kita sebagai warga negara Indonesia wajib dan harus menjaganya. Sehingga nanti keutuhan dan kelestariannya akan terus terjaga sampai generasi kita mendatang,” tutup Ki dalang KRT. Gunarto Gunotalijendro.SH.MM.