Ngalap Berkah di Makam Mbah Dowo

Ngalap Berkah di Makam Mbah Dowo

Tidak seperti  pada umumnya, makam sepanjang 7 meteran tersebut terletak di tengah belantara hutan jati kawasan Taman Nasional Alas Purwo, Desa Kalipait, Kecamatan Tegaldlimo, terdapat sebuah makam sepanjang tujuh meter. Rata-rata panjang kuburan di kompleks pemakaman umum tentu menyesuaikan dengan postur tinggi badan orang yang dimakamkan. Tapi kuburan sepanjang tujuh meter ini menimbulkan tanda tanya, apa yang ada di dalamnya?.

Berdasarkan pitutur,  makam yang dikenal dengan nama Kuburan Mbah Dowo (Kuburan Mbah Panjang) tersebut tidak ada bukti tertulis atau sumber sejarah pasti tentang apa yang ada di dalam kuburan tersebut. Namun masyarakat peziarah meyakini, bahwa di dalamnya terdapat benda pusaka peninggalan leluhur.

“Jadi ini belum ada yang tahu sejarah mulanya kapan. Ada yang menyebut ini petilasan (peninggalan pusaka), jadi bukan kuburan seperti umumnya. Petilasan leluhur zaman dahulu,” ujar penjaga makam Mbah Dowo, beberapa waktu lalu.

Menurut cerita yang tersebar dari warga sekitar secara turun temurun, kuburan Mbah Dowo sudah ada sebelum pembukaan area Perhutani atau hutan produksi yang pernah dikuasai Kolonial Belanda.

Bila ingin mengetahui informasi tentang makam lebih lengkap, kata penjaga makam dibutuhkan meditasi. Tujuannya agar bisa berkomunikasi dengan leluhur kuburan Mbah Dowo. Informasi spiritual yang berkembang di masyarakat, nama Mbah Dowo sebenarnya merupakan Eyang Suryo Bujo Negoro. “Macam-macam ceritanya, kalau dari saya itu isinya bukan pusaka, tapi manusia,” ujar salah satu warga sekitar area Makam Mbah Dowo.

Konon, berdasarkan keyakinan masyarakat  bahwa di dalam makam Mbah Dowo terdapat  petilasan benda pusaka berupa tombak. “Di situ ada peninggalan seperti pusaka, payung tungul nogo dan pusaka kyai tombak korowelan,” kata sang juru kunci makam Mbah Dowo serius..

Untuk menuju lokasi makam Mbah Dowo, pengunjung cukup mencari Kantor Seksi Pengelolaan Taman Nasional Alas Purwo Wilayah I (Kantor PA). Kemudian tepat di samping Kantor PA ada jalan masuk dengan kondisi terjal menuju makam Mbah Dowo. Jarak yang ditempuh kurang lebih 2 kilometer dengan menyusuri hutan pohon jati.

Di lokasi makam Mbah Dowo sudah dilengkapi toilet, musola, pendopo untuk tempat duduk bersama, serta sebuah rumah milik Asmat. Alasan utama Asmat mau mengabdikan diri menjaga dan merawat peninggalan sejarah ini, yakni ingin menguji kesabaran.

“Prinsipku di sini hanya menguji kesabaran. Meski banyak tantangan dan cobaan sampai delapan tahun. Yang jaga sebelum saya, banyak gak kuat kemungkinan ada tingkah yang tidak bagus,” ujarnya.

Makam Mbah Dowo, akan sangat ramai dikunjungi orang dari berbagai daerah. Terutama pada hari-hari sakral seperti Jumat Legi dan malam Satu Suro, (Penanggalan Jawa). Keramaian pengunjung digambarkan sang juru kunci, yaitu pendopo berukuran 5 kali 5 meter, ditambah musola dan rumahnya sendiri sampai dipenuhi orang berziarah.

Tujuan peziarah pun macam-macam, sebagian besar berdoa agar diberi keselamatan, kesehatan dan rezeki yang lancar. “Tapi doanya harus ditujukan ke Tuhan. ini hanya sebagai lantaran melalui leluhur kita, minta barokahnya,” jelasnya.