Bagi masyarakat Tawa Tengah, nama Ki Ageng Pengging bukanlah nama yang asing. Bagi para praja negara, Ki Ageng Pengging merupakan simbol keteguhan hati dalam membela keyakinan diri. Garis darah Majapahit mengalir kental dalam raga ksatria bernama asli Raden Kebo Kenanga ini. Menjadi bupati pengging setelah berhasil menemukan Ratu Pembayun yang diculik oleh Menak Daliputih. Ratu Pembayun adalah puteri dari Prabu Brawijaya V sedangkan Menak Daliputih adalah raja kerajaan Blambangan, Kerajaan yang sebelumnya dipimpin oleh Prabu Minak Jingga. Di masa senjanya, Ki Ageng Pengging, Banyak melakukan tapa, petilasannya banyak tersebar di Jawa Tengah. Salah satu petilasan Ki Ageng Pengging di Kabupaten Blora adalah Petilasan Sumur Pitu di Kecamatan Banjarejo.
Terletak di belakang SMP N 2 Mojowetan, Petilasan Sumur Pitu tersembunyi dari lalu lalang jalan desa Mojowetan, secara lengkap petilasan Sumur Pitu bertempat di Dukuh Wadas Desa Mojowetan Kecamatan Banjarejo, sepuluh menit dari pertigaan desa Mojowetan menuju desa Bacem Kecamatan Banjarejo. Ada baiknya bagi para pengunjung untuk bertanya pada masyarakat Mojowetan jika hendak mengunjungi petilasan Sumur Pitu ini.
Menurut penuturan Kang Gempur, Sekretaris Desa Mojowetan, Petilasan Sumur Pitu merupakan petilasan yang kental aura Keislaman dan Mistisme Jawa. Kerap kali upacara adat desa dan peringatan Muharoman / Suran diselenggarakan di tempat bersejarah ini. Kang Gempur berpesan, jika ingin merasakan kesakralan dari Petilasan Sumur Pitu, pengunjung disarankan untuk datang pada hari – hari yang ditentukan. Yaitu pada sepuluh hari pertama bulan Sura, serta pada malam Jum’at Legi setiap bulannya. Banyak pengunjung dari berbagai kota hadir pada hari itu. Paling sering adalah pengunjung dari kota Surakarta, Yogyakarta dan Grobogan. “Pernah juga, datang peziarah dari Bandung dan Surabaya. Mereka datang untuk kepentingan penelitian sejarah “ Jelas bapak tiga anak ini.
Pengalaman – pengalaman supranatural sering dialami oleh para pengunjung Petilasan Sumur Pitu. Kang Gempur menuturkan ada beberapa pantangan tidak tertulis yang harus ditinggalkan ketika para pengunjung berada di kompleks warisan Ki Ageng Pengging itu. Beberapa diantaranya adalah para peziarah dilarang untuk mengambil ikan di kolam yang terletak di tengah kompleks Petilasan Sumur Pitu. Pengunjung di larang untuk berkata kotor dan dilarang membuat gaduh di dalam petilasan, serta pengunjung dilarang membawa apapun dari petilasan. “Pelanggaran terhadap pantangan – pantangan itu bisa berdampak serius,” Jelas Alumnus Unigoro Fakultas Sosial Politik ini. Namun, para pengunjung tidak perlu khawatir dengan berbagai akibat – akibat dari pelanggaran pantangan itu. selama kedatangannya didasari dengan niat yang lurus.
Tanpa meninggalkan kesan mistisnya, Petilasan Sumur Pitu menyimpan keindahan dan sisi sejarah yang luar biasa. Sensasi kesejukan di bawah rimbun pepohonan yang berusia ratusan tahun akan pengunjung dapatkan seketika memasuki area petilasan bersejarah ini. Ada baiknya, para pengunjung meminta tokoh masyarakat desa Wadas untuk menemani aktivitas berkunjung ke Peninggalan sang Putera Majapahit ini.