Pengalaman sejati dialami oleh Sukinem (bukan nama sebenarnya) seorang perempuan yang tinggal di sebuah desa terpencil. Malam itu dia tinggal di rumahnya yang hanya ditemani oleh adik perempuannya yang bernama Sutinah (bukan nama sebenarnya). Tiba-tiba Sukinem merasa perutnya mual dan mules, ia merasakan ingin buang air besar. Tetapi hari sudah malam hingga ia takut keluar rumah untuk buang air besar. Pasalnya, di rumahnya tidak ada tempat khusus untuk buang air besar, satu satunya tempat adalah di empang yang jaraknya sekitar lima puluhan meter dari rumahnya.
Sementara itu, di tempat Sukinem tinggal, terdapat sebuah pohon kapas (randu) yang diyakini oleh penduduk sekitar sangat angker, karena dipakai sebagai markasnya para makhluk halus. Konon, menurut penuturan penduduk, kalau hari sudah malam para warga tidak ada yang berani keluar rumah sebab mereka meyakini bahwa banyak makhluk halus yang bergentayangan menggoda para warga, terutama di pohon randu, warga sering memergoki para makhluk halus bergelantungan di cabang cabang pohon randu tersebut.
Nah…karena situasi itulah Sukinem awalnya takut untuk keluar rumah, akan tetapi karena desakan dan paksaan isi perutnya yang mendesak untuk keluar maka terpaksa Sukinem memberanikan diri untuk buang air besar di jamban.
Keberanian Sutinem, selain unsur terpaksa juga dia teringat akan cerita tutur nenek moyangnya, bahwa para mahkluk halus tidak akan berani mengganggu kaum perempuan yang telanjang, lantaran mereka takut dengan kekuatan magis yang dimiliki oleh kemaluan perempuan. Dengan berbekal keyakinan tersebut, akhirnya dengan tekad Sukinen berangkat ke jamban untuk buang air besar. Dengan modal tekad dan di temani obor dari bambu Sukinem berjalan menuju jamban di pinggir sungai desanya. Sebelum berangkat Sukinem berpesan kepada adiknya agar supaya memegang obor dan menyingkap pakain bawahnya sampai kelihatan kemaluannya. Tujuannya agar supaya para makhluk gaib tersebut tidak masuk rumahnya.
Sukinem sebelum berangkat juga melipat ke atas pakaian bawahnya sampai seluruh kemaluannya terlihat jelas, dengan tangan kiri memegang obor dan tangan kanan menjinjing botol berisi minyak untuk cadangan nyala obor. Ia keluar rumah menuju empang. Di tengah perjalanan ia merasakan bulu kuduknya berdiri dan tiba tiba tubuhnya merinding lantaran dia sekelebatan melihat sesosok bayangan putih bergelantungan di cabang pohon randu. Tetapi sosok yang mirip kuntilanak tersebut tidak lama penampakannya ia segera menghilang.
Ketika Sukinem akan berjongkok di empang tiba tiba ia membatalkan karena ia melihat sesosok mahkluk tinggi besar yang bersandar di bawah pohon randu.
“Sesosok genderuwo” batin Sukinem malam itu, tak disengaja Sukinem buang air besar sambil berdiri. Bersamaan dengan jatuhnya kotoran ke empang, lenyap pula sosok genderuwo dari pandangan Sukinem. Genderuwo tersebut menghilang bukan karena bau kotoran Sukinem, tetapi karena genderuwo tersebut takut oleh pancaran sinar magis yang terpancar dari kemaluan Sukinem yang terkena sinar nyala obor. Dalam penglihatan genderumo dan makhluk halus lainnya kemaluan Sukinem memancarkan cahaya putih kebiruan.
Konon hingga kini kebiasaan yang yang dilakukan oleh Sukinem masih sering dilakukan oleh warga kaum perempuan di wilayah pedesaan di saat keluar malam. Membiarkan kemaluannya terbuka untuk mengusir golongan makhluk halus.
Dalam Falsafah Kejawen (pandangan hidup orang Jawa kuno) diyakini bahwa alat kelamin perempuan sebagai pusat mantra dan kekuatan gaib. Hal tersebut karena alat kemaluan perempuan inilah lahir manusia dengan keempat kekeuatan gaibnya beserta keempat sifat hawa nafsunya. Keempat kekuatan gaib yang secara kodrati terkandung dalam Air Kawah (ketuban), darah, ari-ari, dan tali pusar.
Layaknya yang tersirat di dalam serat “Sasangka Jati”, bahwa ketika manusia dijadikan ia telah diperlengkapi dengan alat-alat yang sempurna, yakni anasir empat sebagai pakaian, empat tenaga atau empat saudara yang berfungsi sebagai nafsu, dan saudara tiga kainnya yang diberikan kepada manusia sebagai kemudi, untuk memerintah atas keempat saudara tadi. Ketujuh saudara tersebut berfungsi sebagai alat jiwa, yaitu senjata untuk mendapatkan hadiah atas hukuman Tuhan sesuai dengan penggunaannya. Ke tujuh saudara tersebut adalah: empat nafsu (Leuwamah, Ammarah, Supiyah dan Mutma`inah) yang semuanya lahir melalui kemaluan perempuan. Sedangkan tiga saudara lainnya adalah apa yang disebut Pangaribawa, Prabawa dan Kemayan.
Alat kemaluan perempuan juga diyakini memiliki kekuatan magis yang dapat mengusir atau menolak semua jenis roh jahat. Sejak zaman dahulu hingga sekararang, kaum ibu di wilayah pedesaan bila bepergian pada malam hari dengan menggendong anak kecil, sang ibu sksn membiarkan kemaluannya terbuka (tidak memakai celana dalam), kainnya diangkat setinggi lutut, tujuannya agar supaya tidak ada gangguan dari para makhluk halus.
Sementara kepercayaan lain yang timbul di kalangan masyarakat kala itu, alat kelamin perempuan selain memiliki kekuatan gaib dapat mengusir makhluk halus juga memiliki kekuatan magis juga dapat menolak mantra yang bersifat jahat.
Seoang anak kecil yang rewel, menangis tiada hentinya (khususnya di malam hari), niscaya langsung terdiam apabila mukanya (wajah) diusap dengan telapak tangan ibunya yang terlebih dahulu sang ibu mengusapkan telapak tangannya di kemaluannnya. Begitu pula dengan adanya anak kecil yang rewel akibat ulah makhluk halus atau kesurupan, segera terdiam dan sembuh bila mukanya langsung ditempelkan di kemaluan ibunya.
Bahkan, untuk mengusir kekuatan jahat yang disinyalir akan menyerang keluarganya, sang ibu rela berjalan mengelilingi rumahnya dengan keadaan telanjang bulat atau berdiri dengan bertelanjang di depan pintu rumahnya.
Sejak zaman dahulu, masyarakat purba mempercayai bahwa sumber hidup manusia lahir atau berasal dari alat kemaluan perempuan. Mereka juga mempercayai, alat kelamin perempuan dapat memunculkan kesuburan dan kemakmuran. Keyakinan inilah yang menyebabkan orang melakukan persembahan dan pemujaan kepada alat kelamin perempuan. Mereka mempercayai dengan pembacaan mantera-mantera tertentu, yang bertujuan agar mendapatkan kehidupan yang lebih baik, mereka akan bisa berumur panjang dan diberikan kesuburan pada alat kelaminnya, hingga akan cepat (atau banyak) mendapatkan keturunan.
Kepercayaan tentang alat kelamin perempuan sebagai lambang kesuburan telah lama dianut oleh suku-suku bangsa di tanah Hindustan. Mereka menyebut alat kemaluan perempuan sebagai dewi Parwati, bidadari lambang kesuburan dan kemakmuran. Menurut Kitab “Adhiparwa”, Dewi Parwati adalah istri Dewa Syiwa, wanita yang dapat berbicara melalui lubang kemaluannnya, ia telah menurunkan air hujan dan mata air sungai Gangga, bagi kemakmuran umat manusia.
Kemaluan perempuan juga dipercaya dapat menunjukkan tinggi rendahnya kemampuan seks wanita yang bersangkutan. Misalnya, seorang perempuan dengan bentuk kemaluan agak bulat datar seperti punggung kura-kura, biasanya perempuan tersebut memiliki nafsu birahi yang rendah dan cepat mencapai ejakulasi saat bersetubuh. Sedangkan perempuan dengan bentuk kemaluan memanjang seperti punggung kerbau, biasanya memiliki nafsu birahi yang tinggi dan lamban proses pencapaiann ejakulasinya.