Pertapaan Bancolono, Konon Petilasan Raja Brawijaya Terakhir

Pertapaan Bancolono, Konon Petilasan Raja Brawijaya Terakhir

Gunung Lawu bukanlah tempat asing bagi masyarakat Jawa khususnya, dan Indonesia pada umumnya. Terletak di perbatasan antara Jawa Tengah di Kabupaten Karanganyar dan Jawa Timur, di Kabupaten Magetan.

Gunung Lawu tak hanya memiliki panorama alam yang indah, tetapi juga menyimpan obyek sakral bersejarah. Sehingga tak sedikit turis datang mendaki dan menikmati keindahan alam, atau berziarah.

Gunung yang konon dijaga kekuatan gaib Sunan Lawu ini menyimpan kisah misteri yang hingga kini belum terkuak. Salah satunya adalah tempat pertapaan Bancolono, yang kabarnya merupakan petilasan Raja Majapahit terakhir, Raja Brawijaya V. Pertapaan ini berada di wilayah Desa Gondosuli, Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, atau tepatnya di bawah jembatan Bancolono, merupakan tapal batas antara Jawa tengah dan Jawa Timur.

Menurut Mbah Sarju (91), juru kunci pertapaan Bancolono, setelah tumbangnya Kerajaan Majapahit, maka Raja Brawijaya V dan pengawalnya lari hingga lereng Gunung Lawu.

Sebelum naik ke puncak Gunung Lawu, raja, kerabat, dan para pengawalnya bersuci (mandi) di sebuah sendang (sumur).

“Para kerabat raja yang putri bersuci di Sendang Wedok (sendang putri) di sebelah timur dan yang putra bersuci di Sendang Lanang (putra). Mereka juga diwajibkan minum air suci yang mengalir,” ujar Mbah Sarju, saat ditemui di lokasi pertapaan.

Mbah Sarju melanjutkan, setelah bersuci, Brawijaya V dan pengawalnya lantas mendaki Gunung Lawu hingga puncak. Sesampainya di sana, mereka mendirikan kerajaan.

Tempat mandi Raja Brawijaya V itu saat ini dikenal sebagai Pertapaan Bancolono. Pertapaan ini masih dianggap keramat oleh banyak orang. Konon, mereka yang tirakat di pertapaan ini, hampir semua permohonannya terkabul.

Sebagai juru kunci, Mbah Sarju sudah sering melihat banyak orang berkunjung ke Bancolono buat berdoa, bersemadi meminta keselamatan, jodoh, kesehatan, pangkat, dan kelancaran rezeki. Bahkan menurut dia, tak sedikit para pejabat datang untuk melakukan meditasi. Di antaranya Ir. Soekarno, Soeharto, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono, Bibit Waluyo sebelum maju sebagai Gubernur Jawa Tengah, serta sejumlah bupati dan wali kota dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka datang pada hari pasaran, yakni malam Jumat Kliwon dan Selasa Kliwon.

Sarju menambahkan, kebanyakan para pengunjung melakukan ritual saban malam Selasa Kliwon atau Jumat Kliwon. Selain itu, mereka juga bertapa pada bulan Sura atau saat persembahan, dan Dukutan setiap tujuh bulan sekali.

“Setiap 7 bulan sekali, masyarakat di sini ada ritual Dhukutan, ada ayam ingkung dan persembahan lainnya,” ujar Mbah Sarju.

Salah satu staf Desa Gondosuli, Amran Guaning Marjuki mengatakan, nama Bancolono diambil dari nama salah satu pengawal Raja Majapahit terakhir, Brawijaya V. Menurutnya ada beberapa orang yang mengawal Brawijaya V, saat melakukan meditasi di Gunung Lawu.

“Bancolono itu nama daerah di situ, juga nama salah satu pengawal Brawijaya V saat melakukan meditasi di sana. Para pengawal Brawijaya itu konon menurut para leluhur kita, menjelma menjadi burung. Para pendaki kalau melihat burung itu, bisa jadi penuntun arah agar tidak tersesat,” kata Amran, saat ditemui merdeka.com di Balai Desa Gondosuli.

Bancolono, lanjut Amran, kemudian mempunyai dua anak laki-laki. Mereka diberi nama Gombak dan Kuncung. Konon, mereka hingga saat ini masih sering nampak dan menjaga pertapaan Bancolono.

“Mereka berdua katanya masih menjaga pertapaan. Para pengunjung kadang ada yang diweruhi (melihat) sosok mereka,” ujar Amran.

Juru Kunci pertapaan Bancolono, Mbah Sarju menambahkan, kemasyhuran pertapaan berada di ketinggian 1.300 meter di atas permukaan air laut itu, tak lepas dari adanya dua sendang atau sumber air. Yaitu Sendang Wedok (putri) dan Sendang Lanang (putra), atau kerap disebut Sendang Bancolono.

Sebelum melakukan pertapaan atau meditasi di Ruang Raden, warga atau siapapun harus terlebih dulu mensucikan diri dengan mandi di sendang, sesuai jenis kelamin masing-masing.

Kedua sendang terletak di Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Sedangkan pertapaan hanya berjarak 20 meter, terletak di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.

“Air Sendang Lanang dan Sendang Wedok itu diyakini pernah digunakan untuk minum dan mandi Prabu Brawijawa V dan keluarganya. Dinasti terakhir Raja Majapahit ketika melarikan diri di puncak Gunung Lawu sebelum muksa (mati tanpa meninggalkan jasad) pada abad XV.

Air itu diyakini masih sakti dan bertuah hingga sekarang. Jadi kalau ada orang meditasi di Bancolono, pasti akan menyempatkan diri minum atau cuci muka atau mandi dengan air sendang,” kata Mbah Sarju.

Pembangunan pertapaan tak hanya dilakukan oleh pemerintah. Orang-orang yang merasa terkabul permintaannya juga turut menyumbang. Mereka tidak hanya membangun tempat pertapaan, tetapi juga memperbaiki jalan setapak dari jalan raya menuju lokasi, dengan cara memberi paving. Setelah dibangun pada 1989, pertapaan direnovasi kembali pada 1996. Kemudian pada 2001, sejumlah orang yang pernah bertapa dan merasa terkabul permintaannya membangun kamar pertapaan lagi menjadi empat dan lebih permanen.

Wisata religius ke Pertapaan Bancolono di Desa Gondosuli, Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar tak hanya dilakukan oleh warga sekitar. Bukan masyarakat Pulau Jawa, tetapi juga orang-orang dari pulau lain kadang ikut meminta berkah. Mereka mulai dari pejabat, calon pejabat, atau pemimpin hingga rakyat jelata.