Sekilas Menelusuri Jejak Mataram Di Bokong Semar

Sekilas Menelusuri Jejak Mataram Di Bokong Semar

Semar adalah tokoh pewayangan yang bertubuh tambun. Bentuk tembok di bagian selatan diidentifikasikan sebagai kaki Sang Semar, sedangkan kuncung kepalanya berada di tengah tembok utara. Sayang, tembok keraton Mataram yang konon dibangun atas saran Sunan Kalijaga kepada Panembahan Senopati ini sudah tidak utuh lagi. Bagian yang masih mudah dikenali salah satunya adalah Bokong Semar, tembok yang melengkung di bagian tenggara.

Istilah bokong Semar diberikan oleh warga setempat karena bentuk struktur benteng yang melengkung tersebut seperti bokong (pantat) Semar. Denah cepuri atau tembok keliling Keraton Mataram memang tidak berbentuk lurus persegi ke arah timur barat, tetapi agak menjorok keluar di bagian tengah. Denah semacam ini oleh penduduk dikaitkan dengan bentuk tokoh Semar yang secara filosofis dikaitkan dengan kebijaksanaan raja dalam memberi perlindungan dan ketentraman bagi rakyatnya. Kebetulan, situs Bokong Semar ini terletak tepat di bagian “pantat” rentetan tembok benteng Keraton Mataram, Kotagede.

Meski bernama Bokong Semar, tak ada hal erotis di situs ini. Satu-satunya yang erotis hanyalah para gajah keraton yang konon sering dimandikan di telaga selatan tembok. Namun, hanya orang-orang tertentu dengan laku spiritual kuat saja yang mampu melihat aksi bugil ini.

Bentuk situs Bokong Semar merupakan salah satu contoh kearifan sekaligus kecerdikan arsitektural untuk merespon bentang alam. Kotagede awalnya dirancang sebagai kota benteng yang sangat mementingkan pertahanan. Panembahan Senopati membangun tembok keraton seiring dengan aliran Sungai Gajah Wong yang mengitari Kotagede sehingga membentuk pertahanan alami yang susah dibendung. Nah, karena aliran sungai berkelok-kelok, maka tembok keraton pun dibentuk seperti itu.

Sayang Tubuh Semar itu tidak lagi utuh seperti adanya semula. Di bagian utara hanya tersisa seonggok tembok yang telah dipugar. Ke arah barat, tembok telah berhimpit dengan dinding rumah penduduk dan sebagian hilang dipotong jalan-jalan kecil. Di bagian barat, banyak batu-batu tembok yang lepas dan digunakan untuk bangunan rumah penduduk. Ini terjadi akibat ketidaktahuan masyarakat untuk melestarikan benteng bersejarah ini. Di luar tembok masih terlihat cekungan-cekungan tanah yang sejajar dengan tembok dengan kedalaman 1 sampai 3 meter dan lebar antara 15 sampai 25 meter. Cekungan ini merupakan sisa-sisa parit atau jagang. Lebih parah lagi, banyak orang yang memanfaatkan lahan di sekitar Bokong Semar sebagai lahan pembuangan sampah. Semoga bukan karena istilah bokong identik dengan pembuangan. Sungguh sayang, jika tempat bersejarah ini hanya sekadar menjadi tempat sampah.

Situs bokong semar sebenarnya cuma sekitar 600 meter Pasar Kotagede. Namun, karena harus memasuki pemukiman penduduk dan jalan berliku, tak banyak orang tahu. Dari arah pasar terus ke selatan hingga Situs Watu Gilang.

Susuri saja reruntuhan tembok keraton ke arah tenggara sekitar 50 meter sampai ke pemukiman penduduk. Situs Bokong Semar terletak di ujung reruntuhan tersebut diantara rimbun bambu dan gemericik telaga biru.