Suanggi adalah mesin pembunuh tradisional ala Papua, atau dalam kalimat lain santetnya orang Papua. Secara umum, prinsip dasar cara kerja Suanggi ini serupa dengan Santet atau Teluh. Di Papua sendiri Suanggi ini mempunyai banyak sebutan, tergantung pada bahasa suku yang hidup di Papua. Suku Meyah yang menyebutnya Merejs, suku Hatam menyebutnya Mpieda, dan suku Sough menyebutnya Surera.
Tetapi sejak kapan peraktek Suanggi ini dilakukan, hingga kini belum terungkap.Bab, kemungkinan besar, penganut ilmu Suanggi ini sangat berhati-hati dalam menjalankan aksinya hingga tak ada informasi yang keluar. Para pemilik ilmu ini juga tidak dengan mudah membagi atau menurunkan ilmunya pada orang yang tidak jelas asal-usulnya. Ilmu Suanggi ini juga hanya dipraktekkan hanya kaum pria saja.
Menurut cerita yang disampaikan oleh Undoapi (penekun Suanggi) kegiatan mereka sangat tertutup. Hanya orang-orang tertentu saja yang mengenalinya. Bahkan sesama satu suku sekalipun. Tidak ada yang tahu tentang jenis tanaman apa dalam praktek ini, kecuali penekunnya sendiri.
Selain untuk tugas mencederai dan bahkan membunuh, ilmu Suanggi ini juga sebagai sarana untuk memberi ‘makan’ pada makhluk halus atau ilmu gaib kepunyaannya. Seperti penekun kuyang di Kalimantan itulah kira-kira.
Kalaupun toh bisa dikatakan pembeda antara penekun Suanggi dan Santet atau sebangsanya, penekum Suanggi ini tidak bisa membunuh atas keingiannya sendiri. Dia hanya bisa menjalankan tugas manakala ada pesanan dari orang lain. Tugas ini biasanya dilatarbelakangi oleh dendam keluarga secara turun temurun, misalnya hukuman atas perzinahan yang dilakukan oleh korban ataupun karena kudeta kekuasaan. Suksesi Undoapi misalnya, hal ini kerap terjadi.
Tentu saja hal ini bukanlah gratis, ada uang ada barang begitulah hukumnya. Namun bukan perkara nilai nominal saja yang mesti ditanggung oleh seorang pemesan, konsekuesi lain pun ada dalam transaksi ini. Misalnya, bila keluarga korban melakukan tindakan balasan dengan menggunakan jasa penekun Suanggi lainnya.
Tak jarang dalam kasus transaksi ini, penekun Suanggi bisa saja menjadi agen ganda alias membelot dan malah mengeksekusi kliennya. Biasanya hal ini karena faktor kedekatan emosional antara pelaku dan calon korban. Tak ada makan siang yang gratis, itulah sebutan yang pas.
Seperti halnya Santet, nilai nominal sebagai imbalan untuk menyelesaikan proyek membunuh dalam senyap ini juga variatif. Di masa lalu, pengguna Suanggi dijanjikan hal-hal yang menggiurkan. Tapi yang wajib dalam hal ini, selain nominal uang tentunya, adalah kain Timor kualitas 10 mata (saya kurang tau modelnya kainnya seperti apa), jika dinilai uang kain ini bisa mencapai Rp. 15 juta perlembar. Kain Toba, senilai Rp. 30 juta, babi dan sejumlah uang.
Tapi ada juga yang bilang, karena ketatnya persaingan para dukun Suanggi kini ‘hanya’ mematok harga antara Rp. 7-10 juta belum termasuk babi. Serupa dengan Santet, semakin tinggi status sosial calon korban, maka harganya menjadi mahal. Hal serupa juga berlaku pada Suanggi.
Dalam Suanggi setidaknya dikenal ada dua macam cara dalam mencapai tujuan. Pertama cara halus tapi lambat, atau cara kasar tapi cepat. Cara lambat memang membutuhkan waktu, namun konon sangat efektif. Cara ini dipilih biasanya untuk menghindari balas dendam dari keluarga korban. Prakteknya, cara lambat ini menggunakan doti-doti atau teknik racun.
Doti adalah praktek pengiriman ilmu gaib melalui media angin. Konon, hanya dengan menjetikkan jari sejumlah benda asing akan masuk ke tubuh korbannya. Cara ini sangat mirip dengan santet. Bedanya, benda yang masuk berupa kulit kayu merah atau mereva, halia merah dan benda-benda berbahaya lainnya.
Saat benda-benda asing itu masuk ke dalam tubuh reaksinya akan merusak jaringan dan keseimbangan tubuh tapi hanya dukung Suanggi yang mumpuni saja yang bisa melakukan cara seperti ini. Sebab, jika arah angin tidak menuju rumah korban cara ini tak akan menuai hasil. Alih-alih membunuh korban, saat angin berbalik arah misalnya, cara ini bisa membunuh diri sendiri.
Berbeda dengan cara cepat. Cara ini ekstrem, namun sangat efektif. Penekun Suanggi konon terlebih dahulu menginvestigasi terlebih dahulu calon korban dalam waktu tertentu. Mirip-mirip dalam praktet Santet Margopati. Aksi akan dilancarkan saat korban sedang sendirian. Awalnya korban akan dilempari kerikil, tentu saja bukan kerikil biasa, kerikil yang sudah dimanterai sehingga korbannya langsung semaput alias pingsan. Kalau kita paling langsung buru-buru cari minyak angin. Tapi tidak bagi dukun Suanggi, melihat calon korbannya sedang tak sadar tersebut, langsung akan memasukkan ilmu gaibnya yang berbentuk telur ke dalam mulut korban.
Nah, telur tersebut adalah manisfestasi hewan gaib berbentuk kadal, ketika sudah masuk kedalam perut korban telur tersbut berubah bentuk menjadi kadal. Akibatnya bisa ditebak, kadal tersebut akan menggerogoti organ korbannya dari dalam. Hasilnya pun jelas, mati.
Setelah korban meninggal dan dikuburkan, konon dukun Suanggi akan datang ke kuburan untuk kembali mengambil telur yang bersarang ditubuh korban. Itulah makanya, biasanya keluarga korban menunggui kuburan tersebut dalam beberapa waktu. Tentu saja dalam hal ini, ada beberapa ciri khusus dari korban yang mengindikasikan sebab matinya adalah korban Suanggi yang diketahui oleh keluarganya.
Dampak yang mematikan dari ulah Suanggi ini dapat dikurangi dengan cara mengenali ciri-ciri Suanggi tengah mengincar kita. Waspadai bila tiba-tiba bau kus-kus. Sayangnya saya belum pernah tau bau kus-kus jadi tidak bisa mempersamakannya dengan bau tertentu. Bila mencium bau seperti ini, lebih baik masuk rumah. Jangan halangi jalan mereka. Begitulah penuturan Undoapi.
Dan yang terakhir, biasanya saat seseorang berpapasan dengan Suanggi atau berdekatan dengan penekun Suanggi, maka yang pasti dapat langsung dikenali adalag berdirinya bulu kuduk. Jantung berdebar-debar. Hal ini terjadi karena secara alamiah Suanggi mengeluarkan energi negative dalam jumlah besar. Aura inilah yang memicu panas pada orang-orang yang berada disekitarnya.