Wayang Kulit, Seni Budaya Khas Tanah Jawa   

Wayang Kulit, Seni Budaya Khas Tanah Jawa   

Seni tradisional  wayang kulit dikenal sebagai khasnya budaya Jawa. Bahkan, wayang kulit mengalami perkembangan yang sangat pesat di Tanah Jawa, terutama Jawa Tengah dan Jawa Timur. Hal ini   wayang kulit dianggap sebagai karya budaya yang sangat mengagumkan baik dalam cerita narasi dan warisan budaya yang berharga serta indah.

Seperti yang di paparkan oleh seorang tokoh pewayangan sekaligus dalang senior dari Jakarta, KRT. Gunarto Gunatalijendro.SH.MM, bahwa dunia seni budaya wayang kulit, merupakan salah satu indentitas kesukuan. Lantaran perkembangan pesatnya berada di Jawa Tengah dan Jawa Timur, maka seni budaya wayang kulit, indentik dengan kesukuan  Jawa, terutama Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Lebih gamblang di tuturkan pula oleh KRT.Gunarto Gunotalijendro SH.MM tentang apa dan siapa seni wayang kulit. Wayang berasal dari kata ‘Ma Hyang’ yang memiliki makna  bergerak menuju kepada roh spiritual, antaranya kepda para dewa atau kepada sang kuasa. “Akan tetapi ada pula   sebagian kaum yang menyampaikan bahwa wayang asalnya dari tata cara dan tekhnis pertunjukkan yang mengandalkan setiap bayangan pada layar pertunjukkannya,” tutur KRT. Gunarto  Gunotalidjendro.SH.MM.

KRT.Gunarto Gunatalijendro.SH.MM, Duta Dalang Jepang dan Eropa

Lebih rinci di terangkan bahwa, lembaran wayang kulit dibuat dari kulit kerbau, sementara bagian siku tangan dibuat dari tanduknya kerbau yang kemudian disambungkan dengan menggunakan besi sekrup agar supaya bila wayang digerakkan akan bisa menampilkan gerakan yang lebih dinamis dan elegan.

“Sementara mengenai cerita atau lakon dalam dunia pewayangan, terutama wayang kulit yang populer di bawakan oleh Sang dalang adalah pertunjukkan kisah Mahabaratha dan ramayana. Dua sisi cerita inilah yang acap di bawakan oleh Sang dalam di setiap pagelarannya,” tutur dalang salto serius.

Wayang kulit merupakan warisan budaya yang adiluhung serta bernilai tinggi, yang merupakan sebuah seni kriya serta penggabungan dengan sastra, musik dan bahkan seni rupa. Wayang kulit nampaknya tidaklah hanya terkenal di tempat asalnya, yakni Jawa, akan tetapi sekarang wayang kulit sudah dikenal dunia. Telah populer di  Jepang, Inggris, Australia, Thailand, Singapura, Belanda, Prancis dan bahkan Amerika. Sungguh luar biasa kerja keras para tokoh budayawan Nasional kita.

“Keberadaan seni budaya tradisional wayang kulit kita, kini telah diakui oleh UNESCO sejak tahun 2003. Wayang kulit merupakan sebuah kebudayaan yang sangat mengagumkan di bidang cerita narasi dan merupakan sebuah warisan budaya yang sangat indah dan berharga sangat tinggi. Kita sebagai generasi, wajib untuk menguri uri dan melestarikan warisan budaya adiluhung ini,” Kata duta wayang Jepang dan Eropa ini semangat.

Praktek praktisnya, pagelaran wayang kulit biasa dimainkan oleh Sang dalang di balik kain putih atau  yang biasa disebut kelir yang di tengahnya disorot oleh lampu sehingga akan mendapatkan hasil bayangan disetip gerakan wayang yang sedang dimainkan. Sementara dalang disini juga mempunyai tugas sebagai narator dari setiap diaolog yang sedang terjadi antara para tokoh-tokoh dunia pewayangan.

Konon, para dalang zaman dahulu yang menggelar seni pertunjukkan wayang kulit dikenal orang yang berilmu tinggi, terpandang sosialnya kehidupannya  serta halus tutur kata dan didikenal santun.

Pertunjukkan wayang senantiasa juga diiringi oleh gamelan yang ditabuh oleh sekelompok orang yang disebut niyaga atau nayaga serta di bumbui dengan tempang tempang atau nyanyian yang dilakukan oleh beberapa wanita yang disebut sebagai pesinden. Dengan hal tersebut, pertunjukkan wayang kulit akan mengalami kesuksesannya, bahkan para penontonnya pun akan terbawa kehanyutan.

Di setiap pentasan seni tradisional wayang kulit tak bisa terlepas dari unsur mistisnya. Terlihat sesaji atau sajen disini wajib ada. Sesaji yang berupa hidangan ayam kampung serta nasi tumpengnya, ditambah menu buah, kopi dan teh serta beberapa hasil bumi. Bahkan, biasanya yang juga tidak boleh ketinggalan yakni, asap dari pembakaran pedupaan.

Sesuai dengan perkembangan zaman, ujungnya banyak yang menganggap bahwa sesaji yang ada di setiap pertunjukkan wayang kulit sebagai hal yang mubazir atau percuma. Hingga dengan adanya hal tersebut, kini di setiap pementasan wayang kulit justru akan memberikan sesaji tersebut kepada para penontonnya untuk dimakan bareng, hingga tidak terbuang percuma atau mubazir.

“Jagad pakeliran banyak menyuguhkan cerita yang mengajarkan budi pakerti, saling menghargai dan menghormati sesamanya. Bahkan, kadang diselipkan beberapa kritik sosial lewat adegan goro goro yang dibawakan oleh para punakawan,” tutup KRT. Gunarto Gunatalijendro.SH.MM.

Wayang kulit  adalah warisan budaya yang lahir dari masyarakat Indobesia sendiri, dan memiliki makna filosofi yang sangat kental. Hingga kita sebagai generasi penerus wajib untuk menjaga dan melestarikannya agar tidak punah di telan zaman.