Setelah runtuhnya kedhaton Majapahit yang ditandai dengan sengakalanSirna Ilang Kertaning Bhumi, maka putra-putri Brawijaya V juga menyebar ke berbagai daerah. Satu diantara pangeran tersebut bernama Raden Bondan Kejawen. Dialah ayah dari Ki Ageng Getas Pendowo yang menurunkan Ki Ageng Selo. Nama terakhir ini terkenal sebagai tokoh legenda yang konon dapat menakhlukkan, bahkan menangkap petir dalam sebuah pertempuran yang sangat dahsyat hingga meninggalkan api abadi di daerah Mrapen. Dirinyalah pula yang menciptakan tombak Kyai Plered, sebuah pusaka yang kemudian secara turun-temurun menjadi piandel bagi dinasti Mentawisan.
Tombak sakti inilah yang kelak diturunkan kepada Ki Ageng Enis dan sampai kepada Ki Ageng Pemanahan dan Danang Sutawijaya. Di masa pemerintahan Sultan Hadiwijaya di Pajang, terjadilah upaya kraman, perebutan hak waris atas tahta Demak, yang dilakukan oleh Arya Jipang atau dikenal pula sebagai Arya Penangsang. Dalam suatu peperangan yang sangat sengit akhirnya tombak Kyai Plered berhasil disarangkan ke perut Arya Jipang hingga mbrodhol, terurai ususnya. Dan pemberontakan pun berhasil dipadamkan.
Atas jasa-jasa yang dilakukan Panglima Wiratamtama Ki Ageng Pemanahan dan Ki Penjawi dalam mengatur strategi menghadapi Arya Jipang, maka Sultan Hadiwijaya berkenan memberikan Alas Mentaok sebagai tanah perdikan kepada Ki Ageng Pemanahan, sedangkan Ki Penjawi mendapat hadiah yang sama di wilayah Pati. Alas Mentaok lambat laun berkembang menjadi daerah pertanian yang subur makmur, dan kemudian menjadi cikal bakal kerajaan Mataram Islam.
Tatkala Pajang surut, maka fajar kekuasaan menyingsing di bhumi Mataram. Danang Sutawijaya yang dikenal pula sebagai Ngabehi Loring Pasar atau Panembahan Senopati naik tahta menjadi raja pertama Mataram. Tatkala Mataram berkembang, salah seorang adik Panembahan Senopati yang bernama Pangeran Singosari,justru meminggirkan diri dari pusat kekuasaan. Semenjak awal ia memang lebih menekuni ilmu agama sebagaimana diajarkan Wali Songo ataupun para ulama setelahnya. Ia kemudian pergi mengembara dalam rangka ingin menyebarkan agama di pedalaman daerah Kedu.
Di sebuah tanah perbukitan sisi barat gunung Merapi adik Senopati tersebut menetap. Bukit yang tidak seberapa tinggi tersebut memiliki gerumbul rumpun bambu yang sangat lebat. Dari kejauhan nampaklah sebuah gunung yang diselubungi rumpun bambu. Itulah sebabnya daerah tempat tinggal Pangeran Singosari ini kemudian lebih dikenal dengan nama Gunung Pring. Karena Pangeran Singosari ingin benar-benar nyawiji, membaur dengan rakyat, maka ia justru sengaja menutupi identitas kepangeranannya. Karena ia dikenal alim dan pernah nyantri di pesantren, maka masyarakat sekitar menjulukinya dengan sebutan Raden Santri.
Kyai Raden Santri tergolong ulama awal yang menyebarkan agama di wilayah sekawan keblat gangsal pancer-nya gunung Merapi, Merbabu, Andong, Sumbing, dan deretan pegunungan Menoreh di sepanjang Kali Progo. Keturunan Kyai Raden Santri berturutan adalah Kyai Krapyak I, Kyai Krapyak II, Kyai Krapyak III, Kyai Harun, Kyai Abdullah Sajad, Kyai Gus Jogorekso, Raden Moch Anwar AS, Raden Qowaid Abdul Sajak, hingga Kyai Dalhar, dan termasuk Kyai Ahmad Abdulhaq. Anak keturunan Kyai Raden Santri inilah yang kemudian menjadi ulama penyebar dan menjadi tokoh agama Islam di wilayah Gunung Pring hingga saat ini. peran ini kini dilanjutkan melalui Pondok Pesantren Darussalam di Watucongol.
Makam Kyai Raden Santri dan anak cucunya kebanyakan berada di kawasan atas Gunung Pring dan kini menjadi tempat ziarah yang ramai dikunjungi ummat Islam dari berbagai penjuru tanah air.
Kompleks makam Kyai Raden Santri terletak di sisi barat kota Muntilan, tepat di atas sebuh bukit yang sangat asri. Makam Gunung Pring secara administrasi berada di Desa Gunung Pring, Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang. Namun demikian, secara asal-usul sejarah kepemilikian, makam kompleks makam ini merupakan milik Keraton Ngayojakarta Hadiningrat di bawah Reh Kawedanan Hageng Sriwandowo bagian Puroloyo.
Memasuki kaki bukit sebagai akses masuk ke kompleks makam, pengunjung akan disambut terminal parkir dengan deretan ruko yang menjajakan berbagai peralatan ibadah maupun souvenir hasil kerajinan masyarakat setempat. Untuk naik ke atas bukit ada dua pilihan akses jalan berundak yang dapat dilalui, satu berada di sebelah Masjid Kyai Raden Santri melewati sisi timur, dan satu lagi melewati Mushola Raden Santri lewat sisi utara bukit. Gunung Pring merupakan sebuah bukit pendek yang dapat didaki dalam waktu tidak lebih dari 20 menit.
Menapaki anak tangga yang sedikit menanjak memang membutuhkan ekstra tenaga dan tarikan nafas. Namun sambil berjalan ke atas, kita akan disuguhi pemandangan sekitar yang sangat eksotis. Ada dataran kota Muntilan di sisi timur, gunung Merapi-Merbabu jauh di sebelah timur dan timur laut. Sementara di sebelah selatan terhampar daerah pertanian yang ijo royo-royo hingga batas pegunungan Menoreh.